• Kategori

  • Arsip

Media Pembelajaran

Pengertian media pembelajaran

Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah artinya perantara atau pengantar. Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”. Sedangkan pengertian media menurut Djamarah (1995 : 136) adalah “media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran”.

Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :
“media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”.

a. Jenis – jenis Media pembelajaran
Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam penyampaian informasi dan pesan – pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat – sifat media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16) yaitu :
1. Gambar diam, baik dalam bentuk teks, bulletin, papan display, slide, film strip, atau overhead proyektor.
2. Gambar gerak, baik hitam putih, berwarna, baik yang bersuara maupun yang tidak bersuara.
3. Rekaman bersuara baik dalam kaset maupun piringan hitam.
4. Televisi
5. Benda – benda hidup, simulasi maupun model.
6. Instruksional berprograma ataupun CAI (Computer Assisten Instruction).

Penggolongan media yang lain, jika dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
1. Dilihat dari jenisnya media dapat digolongkan menjadi media Audio, media Visual dan media Audio Visual.
2. Dilihat dari daya liputnya media dapat digolongkan menjadi media dengan daya liput luas dan serentak, media dengan daya liput yang terbatas dengan ruang dan tempat dan media pengajaran individual.
3. Dilihat dari bahan pembuatannya media dapat digolongkan menjadi media sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media komplek.
4. Dilihat dari bentuknya media dapat digolongkan menjadi media grafis (dua dimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik.

b. Manfaat media pembelajaran
Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan – pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran, tetapi dilain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan.
Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu kata – katanya, tetapi tidak tahu maksudnya)
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
3) Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
4) Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.

Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :

1) Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.
2) Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.
3) Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.
4) Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
5) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.
6) Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
7) Membangkitkan motivasi belajar
8) Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
9) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
10) Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)
11) Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

c. Prinsip – prinsip memilih media pembelajaran
Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :
1) Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).
2) Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi
3) Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan.
Selain yang telah penulis sampaikan di atas, prinsip pemilihan media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 238) yaitu:
Tujuan, Keterpaduan (validitas),Keadaan peserta didik, Ketersediaan,Mutu teknis, Biaya
Selanjutnya yang perlu kita ingat bersama bahwa tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahan atau materi pembelajaran secara tuntas.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah teknik-teknik ilmiah dalam pengumpulan data untuk pemecahan masalah
Penelitian pendidikan adalah cara yang didapatkan orang untuk menyelesaikan masalah dalam pendidikan
Masalah penelitian adalah hal-hal yg terdapat di dalam masyarakat sehingga memungkinkan untuk dilakukan penelitian Contoh : Kesenjangan di langan dengan harapan-harapan
Desain penelitian adalah suatu uraian tentang prosedur yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis

Sumber-sumber pengetahuan :
Pengalaman pribadi yang dialami
Otoritas/wewenang diterima dari org yg berkuasa/berwenang/dihormati
Institusi / Ilham adalah kemampuan khusus yg dimiliki seseorang tentang kemampuan melihat kejadian yang akan terjadi
Eksporato adalah pengetahuan yg tdk dapat dilihat prosesnya tapi sdh terjadi mis : cerita tentang pemberontakan G.30 S PKI

Cara berpikir deduktif adalah pengetahuan yg didapat dari cara berpikir yg bertolak berdasarkan kenyataan, yaitu dari umum ke khusus
contoh :
Semua planet mengelilingi matahari
Bumi mengelilingi matahari

Cara berpikir induktif adalah pengetahuan yg didapat dari cara berpikir yg berdasarkan fakta2 yg terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan, yaitu dari khusus ke umum
Contoh :
Kelinci mempunyai paru-paru
Maka semua kelinci mempunyai paru-paru

Metode ilmiah merupakan gabungan dari pendekatan induktif dan deduktif

Langkah-langkah metode ilmiah :
Identifikasi masalah
Perumusan masalah
Pembatasan masalah
Kesimpulan masalah

MENGUPAS TUNTAS PENELITIAN TINDAKAN KELAS

MENGUPAS TUNTAS PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(Upaya Guru untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran melalui PTK)

A. PENDAHULUAN
Belajar adalah merupakan suatu proses kontinyu yang tiada pernah berhenti sepanjang hayat masih dikandung badan. Keinginan untuk belajar merupakan suatu peristiwa alami. Manusia selalu ingin mengetahui hal baru, atau menggali hal baru, apakah itu pengetahuan, keterampilan atau apapun. satu hal penting yang pelru kita catat bahwa belajar terjadi dari peristiwa mengalami (melihat, mendengar, merasakan, mencoba, melakukan, dan seterusnya). Setiap orang, dalam setiap detik dalam hidupnya akan mengalami sesuatu dan dari setiap pengalaman tersebut terdapat hikmah alias “inspirasi”. Orang yang belajar ternyata adalah orang yang pandai mengambil hikmah (inspirasi) dari setiap apa yang ia alami dalam setiap tarikan nafasnya.

B. APAKAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) ITU?
Pertanyaan di atas tentu akan menggelitik kita. Betapa tidak, bila kita bicara tentang penelitian, anggapan orang mengatakan penelitian itu pekerjaan seorang ilmuwan. Kalau sudah bicara tentang ilmuwan, maka gambaran yang terbersit dalam kacamata kita adalah pastilah sukar, rumit alias susah binti sulit. Benarkah demikian ? Mengapa sebagian guru merasa penelitian itu sulit? Apakah penelitian itu memerlukan dana yang besar sehingga harus menunggu bantuan?
Selama ini, menulis karya ilmiah merupakan momok bagi para guru. Kurangnya budaya membaca menyebabkan guru kurang dapat menulis dengan baik. Padahal, menulis itu dimulai dari banyak membaca. Kalau sudah banyak membaca, tentunya guru akan tertarik untuk meneliti. Penelitian dimulai dari adanya masalah. Masalah dapat dipecahkan bila kita melakukan penelitian. Penelitian dapat dilakukan bila adanya upaya dari guru untuk memperbaiki kualitas pembelajarannya di sekolah.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Masalah PTK harus berawal dari guru itu sendiri yang berkeinginan memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajarannya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
PTK atau Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Penelitian Tindakan pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan-riset-tindakan…”, yang dilakukan secara siklus, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis Penelitian Tindakan, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama. Penelitian Tindakan termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Penelitian Tindakan atau Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar belakang yang mirip dengan yang dimiliki peneliti. Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research
Penelitian Formal
Classroom Action Research
Dilakukan oleh orang lain
Dilakukan oleh guru itu sendiri
Sampel harus representative
Kerepresentatifan sampel tidak diperhatikan
Instrumen harus valid dan reliabel
Instrumen yang valid dan reliabel tidak diperhatikan
Menuntut penggunaan analisis statistic
Tidak diperlukan analisis statistik yang rumit
Mempersyaratkan hipotesis
Tidak selalu menggunakan hipotesis
Mengembangkan teori
Memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung

Dalam PTK, guru harus bertindak sebagai pengajar sekaligus peneliti. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran. Guru adalah orang yang paling akrab dengan kelasnya dan biasanya interaksi yang terjadi antara guru-siswa berlangsung secara unik. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif yang bersifat pengembangan mempersyaratkan guru untuk mampu melakukan PTK di kelasnya. Guru pun mempunyai hak otonomi untuk menilai sendiri kinerjanya. Metode paling utama adalah merefleksikan diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian yang sudah baku dan bukan tradisional. Dari berbagai pengalaman penelitian, temuan penelitian tradisional terkadang sangat sukar diterapkan untuk memperbaiki pembelajaran di sekolah. Karena itu arahan atau petunjuk untuk melakukan PTK dan sumber dananya sangat diperlukan oleh para guru.
Sehubungan hal itu, Fasli Jalal (2006) dalam makalahnya berjudul “Peningkatan Mutu Pendidikan” mengatakan bahwa; “Pada tahun 2007 pemerintah telah memprogramkan tiga kegiatan utama peningkatan profesional guru berkelanjutan berkolaborasi dengan LPTK dan menyediakan dana block grant untuk itu, yakni kegiatan; (1) penelitian tindakan kelas (PTK) bagi 3.837 guru dengan alokasi dana sebesar Rp. 13.653.600.000,-; (2) bimbingan karya tulis ilmiah bagi 10.000 guru dengan alokasi dana sebesar Rp. 50.000.000.000,-; dan (3) pertemuan ilmiah guru, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Pemerintah juga memberikan hak cuti kepada guru yang akan melaksanakan kegiatan penelitian dan penulisan buku pelajaran”.

C. MANFAAT PTK BAGI GURU
Manfaat PTK bagi guru sangat banyak sekali Diantaranya adalah membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran, meningkatkan profesionalitas guru, meningkatkan rasa percaya diri guru, memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan, dan keterampilannya. Namun demikian, PTK sebagai salah satu metode penelitian memiliki beberapa keterbatasan, yang diantaranya : validitasnya yang masih sering disangsikan, tidak dimungkinkan melakukan generalisasi karena sampel sangat terbatas, peran guru yang ‘one man show’ bertindak sebagai pengajar dan sekaligus peneliti sering kali membuat dirinya menjadi sangat repot (very busy).
Dengan melakukan PTK, guru menjadi terbiasa menulis, dan sangat baik akibatnya bila guru sekolah negeri atau PNS akan naik pangkat, khususnya dari gol. IVA ke IVB yang mengharuskan guru untuk menuliskan karya tulis. Begitu pun untuk guru sekolah swasta, PTK sangat penting untuk meningkatkan apresiasi, dan profesionalisme guru dalam mengajar. Apalagi dengan adanya program sertifikasi dari pemerintah.
Setiap hari guru menghadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk PTK sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau mengobrollah dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah merepotkan Anda selama ini.
Adanya masalah yang dirasakan sendiri oleh guru dalam pembelajaran di kelasnya merupakan awal dimulainya PTK. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru atau hal-hal lain yang berkaitan dengan perilaku mengajar guru dan perilaku belajar siswa. Langkah menemukan masalah akan dilanjutkan dengan menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian merencanakan PTK dalam bentuk tindakan perbaikan, mengamati, dan melakukan refleksi. Namun demikian harus dapat dibedakan antara pengamatan dengan refleksi. Pengamatan lebih cenderung kepada proses, sedangkan refleksi merupakan perenungan dari proses yang sudah dilakukan.

D. SIKLUS PTK
Untuk melaksanakan PTK, dibutuhkan perencanaan (planning) yang matang setelah kita tahu ada masalah dalam pembelajaran kita. Perencanaan itu harus diwujudkan dengan adanya tindakan (acting) dari guru berupa solusi dari tindakan sebelumnya. Lalu kemudian diadakan pengamatan (observing) yang teliti tentang proses pelaksanaannya. Setelah diamati, barulah guru dapat melakukan refleksi (reflecting) dan dapat menyimpulkan apa yang telah terjadi dalam kelasnya.
Keempat langkah utama dalam PTK yaitu merencanakan, tindakan, mengamati, dan refleksi merupakan satu siklus dan dalam PTK siklus selalu berulang. Setelah satu siklus selesai, barangkali guru akan menemukan masalah baru atau masalah lama yang belum tuntas dipecahkan, dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang sama seperti pada siklus pertama. Dengan demikian, berdasarkan hasil tindakan atau pengalaman pada siklus pertama guru akan kembali mengikuti langkah perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi pada siklus kedua. Siklus yang baik, biasanya lebih dari dua siklus, dan waktu siklus yang baik lamanya sekitar enam bulan atau satu semester.
Keempat langkah dalam setiap siklus dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan
Tindakan
Pengamatan
Refleksi
Siklus I
Gambar Siklus PTK Model Kurt Lewin

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus. Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama. Tahap perencanaan PTK terdiri atas mengidentifikasi masalah, menganalisis dan merumuskan masalah, serta merencanakan perbaikan. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan Menetapkan Masalah
Selama mengajar kemungkinan guru menemukan berbagai masalah, baik masalah yang bersifat pengelolaan kelas, maupun yang bersifat instruksional. Meskipun banyak masalah, ada kalanya guru tidak sadar kalau dia mempunyai masalah. Atau masalah yang dirasakan guru kemungkinan masih kabur sehingga guru perlu merenung atau melakukan refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Oleh karena itu, kepala sekolah, atau teman sejawat perlu mendorong guru menemukan masalah atau dapat juga guru memulai dengan suatu gagasan untuk melakukan perbaikan kemudian mencoba memfokuskan gagasan tersebut. Guru tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu secara sekaligus, dalam suatu PTK. Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus.
Untuk dapat memilih masalah secara tepat guru perlu menyusun masalah-masalah itu berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai prerekuisit. Akhirnya seorang guru dapat memilih salah satu dari masalah-masalah tersebut, misalnya “Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain.”
Masalah pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a) pengorganisasian materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan (c) pengelolaan kelas. Jika Anda sebagai guru berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa daripada pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan masalah pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan masalah metode dan media, sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila Anda menginginkan kerja kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda berhadapan dengan masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting untuk dimunculkan. Untuk melakukan hal ini, guru dapat merenungkan kembali apa yang telah dilakukan. Jika guru rajin membuat catatan-catatan kecil pada akhir setiap pembelajaran yang dikelolanya, maka ia akan dengan mudah menemukan masalah yang dicarinya. Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah, maka seorang guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya sebagai bagian penting dari dunianya. Setelah mengetahui permasalahan, selanjutnya melakukan analisis dan merumuskan masalah agar dapat dilakukan tindakan (acting). Dalam PTK, semua masalah harus berada dalam kendali guru dan bukan orang lain.. Guru harus dapat mengendalikan semua masalah yang ada di kelasnya. Jika Anda sebagai guru yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca kembali materi pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan PTK untuk meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku masalah itu akan terpecahkan, dan itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan lain yakinkan bahwa masalah yang akan Anda pecahkan cukup layak (feasible), berada di dalam wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang berada di luar kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di dekat jalan raya. Masalah yang dibahas pun jangan terlalu besar, misalnya Nilai Ujian Nasional (UN) yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu besar untuk dipecahkan melalui PTK, apalagi untuk PTK individual yang cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UN sangat kompleks mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekiranya mampu untuk Anda pecahkan. Masalah pun jangan terlalu kecil. Masalah yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan kembali, terutama jika penelitian itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya menyangkut dua orang siswa; sementara masih banyak masalah lain yang menyangkut kepentingan sebagian besar siswa.
Contoh permasalahan PTK : Ibu Netty seorang guru sejarah menemukan rendahnya motivasi sebagian besar siswa untuk menjawab pertanyaan atau siswa sering tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru di kelasnya. Kesulitan siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata pelajaran. Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang ‘belajar bagaimana belajar’ merupakan contoh PTK lainnya dari masalah yang cukup besar dan strategis. Dengan demikian pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas. Akhirnya seorang harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang diteliti. Hal itu diindikasikan dengan rasa penasaran guru terhadap masalah itu dan keinginan guru untuk segera tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan. Apakah terjadi perubahan ataukah tidak. Di dalam melakukan PTK, jangan mencari-cari masalah hanya karena Anda sebagai guru ingin mempunyai masalah yang berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang masuk di akal dan nyata (riil), ada dalam pekerjaan Anda sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda dampak negatifnya cukup besar). Masalah yang dikupas dalam PTK adalah masalah yang benar-benar terjadi dalam proses pembelajaran di kelas dan bukan rekayasa guru.
2. Menganalisis dan Merumuskan Masalah
Terkadang secara tidak sadar guru telah melakukan PTK, yakni ketika guru melakukan evaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan tindak lanjutnya. Jika masalah sudah ditetapkan, maka masalah ini perlu dianalisis dan dirumuskan. Mengapa demikian? Tujuannya adalah agar guru paham akan hakikat masalah yang dihadapi, terutama apa yang menyebabkan terjadinya masalah tersebut. Perumusan masalah didapatkan dari berbagai masalah yang timbul dalam proses pembelajaran di kelas, lalu pilihlah masalah yang akan dikupas sesuai dengan kerangka teoritis yang dimiliki.
Untuk mengetahui penyebabnya, setiap masalah harus dianalisis, dengan mengacu kepada kerangka teoritis dan pengalaman yang relevan sehingga guru dapat merencanakan pelaksanaan tindakan. Misalnya, untuk menganalisis penyebab contoh permasalahan Ibu Netty yang mengajar sejarah, guru dapat mengacu kepada teori keterampilan bertanya, dan mencari penyebabnya dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : 1) Apakah rumusan pertanyaan yang dibuat guru sejarah sudah cukup jelas dan singkat? 2) Apakah guru sejarah memberikan waktu yang cukup untuk berpikir sebelum meminta siswa menjawab?
Jika setelah dianalisis, kedua pertanyaan di atas dijawab dengan ya, tentu harus dicari penyebab lainnya, misalnya : apakah penjelasan guru sejarah cukup jelas bagi siswa, apakah bahasa yang digunakan guru sejarah mudah dipahami, dan apakah ketika menjelaskan guru sejarah memberikan contoh-contoh. Jika umpamanya kedua pertanyaan di atas dijawab tidak, maka kita sudah dapat jawaban sementara, yaitu penyebab siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru adalah karena pertanyaan yang diajukan guru sejarah tidak jelas dan sering panjang dan berbelit-belit, serta guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir. Jika ini yang dianggap sebagai penyebab, maka guru sejarah dapat merencanakan tindakan perbaikan, yaitu dengan menyusun pertanyaan tersebut secara cermat, serta berusaha memberikan waktu untuk berpikir sebelum meminta siswa menjawab pertanyaan. Menganalisis dan merumuskan masalah bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Diperlukan kecermatan guru dalam menganalisis dan merumuskan masalah. Masalah yang dirumuskan harus menjadi bahan dalam penulisan laporan PTK.
3. Merencanakan Tindakan Perbaikan
Berdasarkan rumusan masalah (juga mencakup penyebab timbulnya masalah), guru mencoba mencari cara untuk memperbaiki atau mengatasi masalah tersebut. Dengan perkataan lain, dalam langkah ini, guru merancang tindakan perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk merancang suatu tindakan perbaikan, guru dapat : (1) mengacu kepada teori yang relevan, (2) bertanya kepada ahli terkait, dan (3) berkonsultasi dengan teman sejawat. Ahli terkait mungkin ahli pembelajaran, mungkin pula ahli bidang studi atau pembelajaran bidang studi. Rencana tindakan perbaikan dituangkan dalam rencana pembelajaran. Mari kita ambil kasus ibu Netty lagi, yaitu masalah pertanyaan guru yang tidak terjawab oleh siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertanyaan yang disusun guru terlampau panjang dan kurang jelas. Di samping itu, guru sering langsung meminta jawaban setelah mengajukan pertanyaan, dan kadang-kadang langsung mengarahkan pertanyaan ini pada siswa tertentu, sehingga siswa yang lain tidak memperhatikan pertanyaan tersebut. Akibatnya, hampir selalu pertanyaan tidak terjawab dan Ibu Netty sering harus menjawab pertanyaannya sendiri atau melupakan pertanyaan tersebut. Dari hasil analisis tersebut, penyebab pertanyaan Ibu Netty yang tidak terjawab adalah: Pertanyaan Ibu Netty terlampau panjang dan tidak jelas Ibu Netty tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan Ibu Netty sering mengajukan pertanyaan dengan menunjuk kepada siswa tertentu. Apabila dikaji secara cermat ternyata ketiga penyebab tersebut berkaitan dengan pembelajaran, dalam hal ini keterampilan dasar mengajar, yaitu keterampilan bertanya. Oleh karena itu, tindakan perbaikan yang harus dilakukan guru adalah meningkatkan keterampilan bertanya. Tindakan perbaikan ini kita cantumkan dalam rencana pembelajaran yang kita gunakan dalam mengajar. Satu hal yang sangat perlu kita perhatikan adalah bahwa PTK dilakukan dalam pembelajaran biasa, tidak ada kelas khusus untuk melakukan PTK karena pada hakikatnya PTK dilakukan oleh guru sendiri di kelasnya sendiri. Contoh PTK lainnya adalah: “Jika diberi pelajaran dengan pendekatan terpadu antara geografi, ekonomi, dan sejarah siswa merasa sukar mentransfer keterampilan dari satu pelajaran ke pelajaran lain. Pelajaran yang guru berikan adalah geografi, tetapi guru sering mengaitkan pembahasan dengan mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah. Ketika guru meminta siswa mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau Toba terhadap perkembangan ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung; padahal mereka telah dapat mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata pelajaran geografi. Guru khawatir siswa hanya menghafal pada saat dilatih mengemukakan hipotesis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari keterampilan berhipotesis harus dapat diterapkan di mana saja dan dalam bidang studi apa saja. Pada hakikatnya setiap hari kita mengemukakan hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang tahun, tidak hanya pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa mengalami hal yang sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga mengalami hal yang sama, siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata pelajaran lain.” Karena itu, di dalam PTK, guru perlu juga berkolaborasi dengan guru lainnya. Tidak ada yang lebih menakutkan daripada kesendirian. Dalam PTK guru perlu bertukar fikiran dengan guru mitra lainnya dari mata pelajaran sejenis atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan dan menyelesaikan masalah pembelajaran.
E. BAGAIMANA MELAKSANAKAN PTK DI SEKOLAH?
Dengan melihat contoh kasus Ibu Netty, tindakan pertama adalah implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan untuk mengatasi masalah. Karena penyebab pertanyaan Ibu Netty yang sering tidak terjawab sudah diketahui, maka tindakan yang harus dilakukannya adalah : (1) Membuat pertanyaan secara jelas dan tidak terlampau panjang. (2) Pertanyaan ditujukan kepada seluruh siswa. (3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dulu sebelum menjawab. Dalam tahap pelaksanaan tindakan, guru berperan sebagai pengajar dan pengumpul data, baik melalui pengamatan langsung, maupun melalui telaah dokumen, bahkan juga melalui wawancara dengan siswa setelah pembelajaran selesai. Guru juga dapat meminta bantuan kolega guru lainnya untuk melakukan pengamatan selama guru melakukan tindakan perbaikan. Selama proses belajar akan dilakukan observasi menyangkut aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Antara lain, bagaimana kualitas jawaban siswa dan apakah motivasi siswa menjawab pertanyaan guru meningkat?.Apakah hasil belajar siswa meningkat? Data yang dikumpulkan selama tindakan berlangsung kemudian dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini guru melakukan refleksi, yaitu guru mencoba merenungkan atau mengingat dan menghubung-hubungkan kejadian dalam interaksi kelas, mengapa itu terjadi, dan bagaimana hasilnya. Hasil refleksi akan membuat guru menyadari tingkat keberhasilan dan kegagalan yang dicapainya dalam tindakan perbaikan. Hasil refleksi ini merupakan masukan bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan perbaikan berikutnya. Refleksi pertama dapat dilakukan oleh guru bersama siswa dengan tujuan untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dengan jalan mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi. Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil refleksi tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus kedua atau siklus berikutnya Refleksi yang dilakukan pada akhir siklus pertama bertujuan untuk meng-identifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi. Hasil refleksi ini kemudian digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus kedua atau berikutnya. Tindakan kedua berupa implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran yang telah direvisi untuk mengatasi masalah pada siklus pertama yang belum tuntas. Selama proses belajar pada siklus kedua ini juga akan dilakukan observasi menyangkut aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Refleksi kedua juga dilakukan oleh guru bersama siswa bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus kedua dengan jalan mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan berhasil tidaknya keseluruhan tindakan implementasi pembelajaran di dalam kelas terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Apabila pada siklus kedua tujuan PTK sudah dapat tercapai, maka tidak perlu dilanjutkan siklus berikutnya. Tetapi apabila tujuan belum tercapai, maka perlu dilanjutkan siklus berikutnya. Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil refleksi tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus ketiga. Guru dapat membuat jurnal atau catatan seluruh kegiatan PTK yang telah dilakukannya. Catatan tersebut dapat digunakan untuk menyusun suatu karya ilmiah yang dapat disebarluaskan menjadi suatu inovasi, dan dapat dimanfaatkan oleh guru-guru lainnya dalam melaksanakan PTK.
Adapun siklusnya dapat digambarkan dengan gambar sebagai berikut :
Siklus I

Pengamatan
(Observing)
PERUBAHAN
Refleksi
(Reflecting)
Tindakan
(Acting)
Perencanaan
(Planning)
Siklus II

Pengamatan
(Observing)
Refleksi
(Reflecting)
Tindakan
(Acting)
Perencanaan
(Planning)
Contoh PTK dengan 2 Siklus Model Kurt Lewin

F. IMPLEMENTASI PTK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.
Tulisan ini membahas bagaimana implementasi penelitian tindakan kelas untuk peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup diagnosis dan penetapan masalah yang ingin diselesaikan, bentuk dan skenario tindakan, pengembangan instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan, serta prosedur analisis dan interpretasi data penelitian.
A. Diagnosis dan Penetapan Masalah Masalah PTK yang ada di sekolah hendaknya berasal dari persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Oleh karena itu, diagnosis masalah hendaknya tidak dilakukan oleh orang lain yang bukan guru, lalu ”ditawarkan” kepada orang lain yang bukan guru untuk dipecahkan tetapi sebaiknya justru dilakukan bersama-sama oleh sesama guru. Pada kenyataannya seorang guru dapat mengajak guru lainnya, di luar bidang studinya untuk berkolaborasi melakukan PTK dan menanyakan masalah-masalah apa yang dihadapi guru yang mungkin dapat diteliti melalui PTK. Guru yang telah berpengalaman melakukan penelitian tindakan kelas mungkin dapat langsung mengatakan permasalahan yang dihadapinya yang mungkin dapat diteliti bersama dan kemudian membahas masalah tersebut dengan guru lainnya yang lebih senior.
Lain halnya dengan guru yang belum berpengalaman dalam PTK. Guru tersebut mungkin belum dapat secara langsung mengemukakan permasalahan yang mungkin dapat diteliti bersama guru lainnya. Dalam hal ini guru perlu meminta izin kepada guru yang bersangkutan untuk hadir di kelas dan mengamati guru mengajar. Setelah pembelajaran berakhir guru senior atau teman sejawat dapat terlebih dahulu menanyakan kepada guru masalah apa yang dirasakan guru pada saat pembelajaran sebelum mengusulkan salah satu permasalahan yang dipikirkan guru. Guru boleh mengajukan permasalahan kepada guru lainnya, bila guru tidak dapat mendeteksi adanya masalah di kelasnya.
Di dalam mendiagnosis masalah untuk PTK ini guru harus ingat bahwa tidak semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Hanya masalah yang dapat “dikembangkan berkelanjutan” dalam kegiatan harian selama satu semester atau satu tahun yang dapat dipilih menjadi topik. “Dikembangkan berkelanjutan” berarti bahwa setiap waktu tertentu, misalnya 2 minggu atau satu bulan, rumusan masalahnya, atau hipotesis tindakannya, atau pelaksanaannya sudah perlu diganti atau dimodifikasi.
Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat dikembangkan berkelanjutan ini dalam empat bidang yaitu yang berkaitan dengan bidang pengelolaan kelas, proses kegiatan belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional. PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka: 1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar, 2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, 3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan 4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka: 1) menerapkan berbagai metode mengajar, 2) mengembangkan kurikulum, 3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar, dan 4) memperbaiki metode evaluasi. PTK yang dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan 1) model atau peraga, 2) sumber-sumber lingkungan, dan 3) peralatan tertentu. PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua, 2) meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar, 3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa, serta 4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional.
Dari sekian banyak kemungkinan masalah, guru perlu mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan bersama itu. Penetapan masalah hendaknya dilakukan bersama oleh guru setelah menganalisis seluruh pilihan masalah, minat, dan keinginan guru untuk memecahkan salah satu atau beberapa di antaranya.
Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya. Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan bersama antara guru dapat berupa rumusan sebagai berikut: Bagaimana membelajarkan siswa dengan materi tertentu agar siswa mau dan mampu belajar? Masalah-masalah lain yang mungkin dihadapi guru dapat berupa: Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? yang “ideal” itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya “tidak sabar” menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut; Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)? Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya? Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi? Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?
Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.
§ Isu atau topik yang ingin diteliti
Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan.
§ Masalah penelitian:
Nyatakan isu sebagai suatu masalah. Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan yang dapat dipahami.
§ Manfaat Penelitian:
Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini. Misalnya dipilih masalah sebagai berikut: Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya. Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin ”hands on” atau ”minds on”, bahkan juga kalau mungkin ”hearts on”).
Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas? Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk ”Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara ”hands on”, ”minds on” maupun ”hearts on” ?
§ Tujuan penelitian:
Merupakan jawaban terhadap masalah penelitian. Contoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara ”hands on”, ”minds on” maupun ”hearts on”.
Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu guru berdiskusi dengan guru lainnya untuk mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah.
B. Bentuk dan Skenario Tindakan Gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih. Guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun guru. Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran. Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran.

C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati. Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil). a. Instrumen untuk input Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst. b. Instrumen untuk proses Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih. c. Instrumen untuk output Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan-tindakan lagi (pada siklus berikutnya). Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students). a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers) Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record). Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu: 1) pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, 2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, 3) hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan 4) pengamatan harus dilakukan secara objektif. Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran, b) Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa, c) Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar, d) Pengamatan Terstruktur (Structured Observation), e) Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas, f) Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya, g) Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran, h) Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb. b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms) Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas. Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:a) Format Anekdotal Organisasi Kelas, b) Format Peta Kelas, c) Observasi Kelas Terstruktur, d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas, e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah, f) Lembar Cek Kompetensi dsb. c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students). Pengamatan atau observasi terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum pembelajaran dimulai, saat berlangsungnya pembelajaran, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan diberikan. Dibutuhkan kejelian guru dalam proses pengamatan agar PTK berjalan baik. Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Tes Diagnostik, b) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa, c) Format Bayangan (Shadowing Form), d) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students), e) Grafik Deskripsi Profil Siswa, e) Sistem Koding Partisipasi Siswa, f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory), g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection), h) Sosiogram, dsb Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud: (1) Pedoman Pengamatan. Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses. (2) Pedoman Wawancara Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, atau kepala sekolah. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan.Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi. (3) Angket atau kuesioner Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali. Angket dibuat oleh guru sendiri sesuai dengan masalah yang diteliti.(4) Pedoman Pengkajian Data dokumen Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll. (5) Tes dan Asesment Alternatif Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesment. Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan.
Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan. Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (pada siklus berikutnya). D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.
Kasus-kasus yang terjadi dalam pembelajaran di kelas dapat dipecahkan dengan cara guru melakukan PTK di kelasnya sendiri sehingga guru dapat memperbaiki kinerjanya dan menelaah manfaat dan dampaknya bagi peserta didik. 1. Analisis Data Penelitian. Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi: a) validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik); b). interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru; c). tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas. Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan guru lainnya.
Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut 2. Validasi Hipótesis Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi.
Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang objektif. 3. Interpretasi Data Penelitian Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai tindakan. 4. Penyusunan Laporan Penelitian Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa.
Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus pertama yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus kedua. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus pertama dengan indikator keberhasilan tindakan siklus pertama yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal. Paparan data siklus kedua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus kedua, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk siklus ketiga. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus kedua ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus kedua yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus kesatu. Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi. E. Desain Penelitian Tindakan Kelas
Penerapan desain atau model–model PTK seperti yang telah banyak dikemukakan dapat dilakukan untuk semua mata pelajaran, terutama mata pelajaran yang di dalamnya terdapat praktik. Untuk itu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, bahasa inggris, Biologi, dan sebagainya juga dapat menerapkan salah satu desain. Apakah akan diterapkan tersebut model Kurt Lewin, model Kemmis & McTaggart, ataupun model yang lainnya? Hal ini bergantung kepada permasalahan yang dihadapi praktisi di lapangan ataupun bergantung pada pemahaman dan kemampuan para praktisi di lapangan terhadap suatu model PTK atau dalam menerapkan salah satu model PTK. Yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan diterapkan suatu model PTK ialah bahwa terdapat langkah – langkah yang seharusnya diikuti oleh peneliti/guru, yaitu: 1) ide awal, 2) prasurvei/temuan awal, 3) diagnose, 4) perencanaan, 5) Implementasi tindakan, 6) Observasi, 7) Refleksi, 8) Laporan, dan kepada Siapa Hasil PTK dilaporkan.
1. Ide Awal Seseorang yang berkehendak melaksanakan suatu penelitian baik yang berupa penelitian positivisme, naturalistic, analisis isi maupun PTK pasti diawali dengan gagasan–gagasan atau ide–ide, dan gagasan itu dimungkinkan yang dapat dikerjakan atau dilaksanakan. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK ialah terdapatnya suatu permasalahan yang berlangsung di dalam suatu kelas. Ide awal tersebut di antaranya berupa suatu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan PTK itu peneliti mau berbuat apa demi suatu perubahan dan perbaikan.
2. Prasurvei Prasurvei dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di suatu kelas yang akan diteliti. Bagi pengajar yang bermaksud melakukan penelitian di kelas yang menjadi tanggung jawabnya tidak perlu melakukan prasurvai karena berdasarkan pengalamannya selama dia di depan kelas sudah secara cermat dan pasti mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik yang berkaitan dengan kemajuan siswa, sarana pengajaran maupun sikap siswanya. Dengan demikian para guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya sudah akan mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.
3. Diagnosis Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di suatu kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Peneliti dari luar lingkungan kelas/sekolah perlu melakukan diagnosis atau dugaan–dugaan sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam satu kelas. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, peneliti PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasinya PTK.
4. Perencanaan Di dalam penentuan perencanaan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait PTK. Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menytusun rancangan dari siklus per siklus. Oleh karenya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanan ulang (replanning). Hal–hal yang direncanakan di antaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Perencanaan dalam hal ini kurang lebih hampir sama dengan apabila kita menyiapkan suatu kegiatan belajar–mengajar.
5. Implementasi Tindakan Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang di ajarkan atau dibahas dan sebagainya. PTK bersifat emansipatoris dan membebaskan (Liberating), karena mendorong kebebasan guru dalam berpikir dan berargumentasi dalam bereksperimen, meneliti, dan mengambil keputusan atau judgment.
6. Pengamatan Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat memonitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.
7. Refleksi Pada prinsipnya yang dimaksud dengan istilah refleksi ialah perbuatan merenung atau memikirkan sesuatu atau upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait denga suatu PTK yang dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning) selanjutnya ditentukan.
8. Penyusunan Laporan PTK Laporan hasil PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu disusun sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir. Penyusunan laporan harus sistematis dan sesuai dengan acuan yang telah diberikan dalam pelatihan PTK. Sebenarnya , PTK yang dilakukan guru lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi PTK adalah self-improvement melalui self-evaluation dan self reflection, yang paad akhirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa. Dengan demikian hasil pelaksanan PTK yng berupa terjadinya inovasi pembelajaran akan dilaporkan kepada diri si peneliti (Guru) sendiri. Guru perlu mengarsipkan langkah–langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktifitas PTK demi perbaikan proses pembelajaran. Namun demikian, hasil PTK yang dilaksanakan tidak tertutup kemungkinan untuk diikuti oleh guru lain atau teman sejawat. Oleh karena itu guna melengkapi predikat guru sebagai ilmuwan sejati, guru perlu juga menuliskan pengalaman melaksanakan PTK tersebut ke dalam suatu karya tulis ilmiah. Karya tulis tersebut, yang selama ini ditulis belum merupakan kebiasaan bagi para guru, sebenarnya sangat bermanfaat bagi masyarakat pengguna lain. Dengan melaporkan hasil PTK tersebut kepada masyarakat (teman sejawat, pemerhati/pengamat pendidikan, dan para pakar pendidikan lainnya) guru akan memperoleh nilai tambah yaitu suatu bentuk pertanggungjawaban dan kebanggaan akademis/ilmiah sebagai kreativitas seorang ilmuwan. Hasil kerja guru akan merupakan amal jariah yang sangat membantu teman sejawatnya dan siswa secara khusus. Melalui laporan kepada masyarakat, PTK yang pada awalnya dilaksanakan dalam skala kecil yaitu di ruang kelas, akan memberi sumbangsih yang cukup signifikan terhadap peningkatan mutu, proses, dan hasil belajar siswa.
G. Penutup PTK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keprofesionalan guru. Dalam pelaksanaannya para guru perlu melakukan segala langkah penelitian ini secara bersama-sama (kolaboratif) dari awal hingga akhir. Ciri khas penelitian ini ialah adanya masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah ini. Penelitian tindakan sebenarnya dapat dilakukan oleh guru sendiri, guru dan teman sejawat dapat saling berkolaborasi. Tahapan penelitian dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam rangka memecahkan masalah. Disarankan guru dan teman sejawat dapat secara kolaboratif melakukan PTK ini untuk peningkatan keprofesionalannya. Proposal usulan PTK perlu dibuat sebagai pedoman (tuntunan) dalam melaksanakan penelitian. Dalam penyusunan usulan yang sesungguhnya guru peneliti harus berusaha memenuhi ketentuan, kriteria atau standar yang ditetapkan oleh sponsor atau lembaga pemberi dana. Saran lainnya ialah banyak membaca laporan penelitian, artikel dan sumber-sumber mengenai PTK. Penulis menaruh harapan besar mengenai pentingnya PTK ini untuk para guru, yaitu agar makin banyak guru di seluruh Indonesia yang melaksanakan PTK di sekolahnya masing-masing. Keinginan lainnya adalah agar dalam pelaksanaan PTK itu guru tidak hanya sekedar melaksanakan, tapi juga mengkomunikasikan hasilnya kepada rekan-rekan guru lainnya melalui media komunikasi atau internet. Akhir kata, penulis ingatkan kembali bahwa profesi guru adalah profesi mulia yang memerlukan kreativitas pengembangan terus-menerus dan tidak sembarang orang dapat melakukannnya. Karenanya setiap guru harus selalu siap, mau, dan mampu untuk membelajarkan dirinya sepanjang hayat agar dapat lebih mampu membelajarkan anak didiknya. PTK merupakan salah satu sarana belajar sepanjang hayat yang penting yang perlu dikuasai oleh setiap guru yang mau mengembangkan keprofesionalannya. Tuntutan terhadap sikap profesional guru dalam masyarakat kita harus disikapi sebagai harapan untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam mendidik anak-anak kita menjadi cerdas.

DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research ). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fasli Jalal (2006). Peningkatan Mutu Pendidikan. (Seminar Nasional Pendidikan). Jakarta
Hardjodipuro, S. (1997). Action Research. Jakarta: IKIP Jakarta.
Ishaq, M. F(1997). Action Research. Malang: Depdiknas.
Mukhlis, A. (2001). Penelitian Tindakan Kelas, Konsep Dasar dan Langkah – langkah. Surabaya: Unesa.
Rochiati Wiriatmadja, (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas, UPI Bandung dan Rosda
Supriyadi, (2005), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Susilo, H. (2003). “Konsep dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan Profesi Guru dan Dosen MIPA.” Makalah Seminar Exchange Experience dan Workshop Pembelajaran MIPA Konstektual Menyongsong Implementasi KBK di Malang tanggal 9 – 12 Juli 2003.
Tim Pelatih Proyek GSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek PGSM, Dikti.

TIPS BAGI SEORANG GURU, DOSEN ATAU TRAINER

TIPS BAGI SEORANG GURU, DOSEN ATAU TRAINER
Oleh Uwes A.Ch.
Anda seorang guru, dosen atau pelatih? Mungkin, beberapa tips berikut akan bermanfaat bagi Anda. Mari kita lihat!
Tips #1: Kuasai Materi Secara Komprehensif Penguasaan materi sanngat esensial untuk dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik dan menarik. Pasalnya kenapa? Ketika suatu ketika saya diminta berbicara tentang Training Needs Assessment oleh suatu lembaga, jujur saya tidak PeDe, walaupun mengetahui tentang training needs assessment. Tapi ketika saya mengajar mahasiswa tentang pengantar teknologi pendidikan, katakanlah. Kepercayaan diri tinggi, karena memang menguasai betul tentang hal tersebut. Jika kita menguasai secara komprehensif, tentu akan mampu memberikan contoh, analogi, ilustrasi yang beragam dan sesuai dengan konteks serta dapat menyesuaikan dengan latar belakang audiens.Coba kalau kita tidak benar-benar menguasai, wauah bakal keringet dingin. Betul, gak? Kunci pertama, menguasai materi.
Tips #2: Libatkan Peserta Secara Aktif Ketika saya diminta untuk menjadi pembicara dalam suatu pelatihan, atau mengajar untuk suatu mata kuliah tertentu, hal pertama yang saya pikirkan adalah “Pengalaman belajar (aktifitas belajar) seperti apa saja yang harus saya siapkan agar peserta terlibat aktif.” Memikirkan strategi pembelajaran aktif seperti ini bukan perkara mudah, tapi secara kreatif mutlak kita lakukan atau. Pembelajaran tanpa melibatkan peserta belajar secara aktif, ibarat menabur garam di laut. Bahkan seorang orator ulungpun pada dasarnya telah berusaha mengaktifkan otak audiensya dengan berbagai cara sehingga terpukau (hypnoteaching). Ada ungkapan mengatakan bahwa, “We can teach fast, but they can forget it much more faster!”. Jadi, upayakan jangan selalu terpaku pada ceramah atau mencekoki informasi saja.
Tips #3: Upayakan untuk Melakukan Interaksi Informal dengan Peserta Kadang-kadang guyon, atau berbincang di sela-sela istirahat atau sebelum memulai materi sangat penting untuk mencairkan suasana. Dan tidak hanya itu, akan membangkitkan motivasi dan keterlibatan peserta dalam pembelajaran. Jangan sampai, sudah datang terlambat, langsung bicara, “Baik Bapak dan ibu sekalian, sesi ini kita akan ,……………”. Basa-basi, kalau perlu dengan guyon terutama diawal-awal memulai pembicaraan biasanya sangat ampuh. Saya biasa menyiapkan “ice breaker” yang lucu sebelum memulai pelatihan atau perkuliahan.
Tips #4: Beri Kesempatan Peserta Kewenangan dan Tanggung Jawab atas BelajarnyaPeserta akan termotivasi jika mereka diberi kewenangan untuk menentukan sendiri cara belajarnya. Saya, biasanya membangun komitmen atau aturan bersama sebelum memulai pelatihan atau perkuliahan. Dalam membangun komitmen atau aturan bersama ini, dibahas bebagai hal yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, dimana keputusannya diambil bersama. Misalnya, bentuk tugas akhir mau seperti apa, apakah temanya bebas, atau tertentu dan lain-lain. Atau selama perkuliahan HandPhone harus seperti apa, dan lain-lain. Ternyata teknik seperti ini walaupun tidak ada hukuman, tapi karena disepakati bersama dan menjadi komitmen bersama akan sangat membantu, dengan catatan konsisten dilaksanakan bersama. Tentu saja ini adalah salah satu contoh upaya memberikan kewenangan kendali belajar kepada mereka.
Tips #5: Yakini Bahwa Manusia Belajar dengan Cara yang Berbeda Satu Sama lainDengan demikian, jangan perlakukan semua peserta dengan cara yang sama. Implikasinya adalah laksanakan tips 2 dan 4 di atas.
Tips #6: Yakinkan Peserta Bahwa Mereka Mampu Mempersepsi sejak awal bahwa semua peserta atau mahasiswa kita adalah mampu, dan meyakinkan bahwa mereka mampu akan meningkatkan efektifitas pembelajaran. Motivasi belajar akan menurun ketika mereka merasa tidak mampu. Oleh karena itu, tips ke 5 di atas bisa diterapkan disini. dalam artian, jangan sampai memberikan kegiatan belajar yang tidak mungkin mampu mereka capai. Harus yakin bahwa tugas yang kita berikan memang bisa dilakukan dan mereka merasa puas dengan hasil yang telah dilakukannya.
Tips #7: Beri Kesempatan kepada Peserta untuk Melakukan sesuatu Secara Kolaboratif atau KooperatifHal tersebut akan meningkatykan motivasi dan kemenarikan pembelajaran karena ada sedikit kompetisi, apalagi kalau mereka diberi kesempatan untuk saling berbagi ide, pengalaman, argumen secara bebas tanpa harus saling menjatuhkan satu sama lain.
Tips #8: Upayakan Materi yang Disampaikan Kontekstual Guru atau dosen harus pandai pandai mengaitkan materi yang diajarkan dengan pengetahuan awal audiens atau peserta. Untuk orang dewasa, seperti dalam pelatihan, materi yang tidak relevan atau tidak ada kaitannya dengan kehidupan atau pekerjaan sehari-hari yang ia lakoni maka walaupun harus berbusa-busa kita bicara, tidak akan ada manfaatnya.
Tips #9: Berikan Umpan Balik Segera dan bersifat Deskriptif Hal ini akan membantu mereka manyadari sudah sejauh mana perkembangan pemehaman atau penguasaan mereka terhadap pengetahuan, keterampilan atau sikap tertentu.
Tips #10: Tingkatkan Jam Terbang Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan pengalaman. Sembilan tips di atas akan sempurna dengan senjata pamungkas nomor sepuluh ini.
Semoga bermanfaat
(Sumber sebagian diambil dari “Principle of Effective Teaching and Learning, University of Toronto, 1990

PERUMUSAN MASALAH DAN PENENTUAN METODE PENELITIAN

PERUMUSAN MASALAH DAN PENENTUAN METODE PENELITIAN
( © Prof. Dr. I Made Putrawan, April 17, 2007 )

Salah satu komponen yang sangat penting dan menentukan kualitas sebuah penelitian ilmiah adalah rumusan masalah. Dalam hal ini yang dimaksud masalah adalah masalah ilmiah penelitian (scientific research problems). Masalah penelitian inilah yang akan dipecahkan atau dicarikan solusinya melalui suatu proses penelitian ilmiah. Berbeda dengan rumusan-rumusan masalah pada umumnya, seperti laporan-laporan proyek, dalam penelitian ilmiah dituntut untuk memenuhi beberapa kriteria, antara lain masalah dirumuskan dengan kalimat tanya, sebaiknya hindari kata tanya “sejauh manakah” atau “seberapa besarkah”, dsb. Kriteria lain adalah setiap rumusan masalah minimal terdapat dua faktor atau variabel yang dihubungkan atau dibedakan, dan terakhir adalah variabel-variabel tersebut harus dapat diukur dan di-manage (measurable and managable).
Agar dapat diukur maka variabel-variabel tersebut harus konseptual, artinya variabel tersebut harus didukung oleh teori-teori sehingga akan lebih mudah mengukurnya karena indikator-indikatornya jelas dideskripsikan dalam teori-teori yang relevan. Variabel dapat di-manage artinya data dengan mudah dapat dikumpulkan dan tersedianya atau bersedianya responden sebagai unit analisis untuk mengisi instrumen penelitian.
Hal lain yang perlu diperhatikan peneliti adalah dalam menentukan atau memilih variabel. Berdasarkan namanya, variabel memiliki ciri harus bervariasi. Insentif disuatu perusahaan atau institusi untuk golongan yang sama bukan variabel, tetapi fakta karena besarnya sama untuk golongan atau jenjang (level of job) yang sama. Kinerja (performances) adalah variabel karena setiap orang memiliki level of perfomances yang berbeda, demikian juga motivasi kerja atau kepuasan kerja, jelas dapat dipakai sebagai variabel karena tiap orang memiliki variabel tersebut yang bervariasi.
Namun ada juga peneliti kadang keliru menyebut misalnya kebijakan sebagai variabel sebab kebijakan disuatu perusahaan atau lembaga tidak akan dan tidak pernah bervariasi. Jadi dalam hal ini para peneliti harus secara logis menentukan berkaitan dengan apa yang hendak diukur terhadap kata kebijakan tersebut atau apa yang bervariasi terhadap kebijakan itu, seperti mungkin persepsi karyawan terhadap kebijakan atau penilaian atau pemahaman karyawan, jadi dalam hal ini yang bervariasi tentu persepsinya, penilaiannya atau pemahamannya terhadap kebijakan tersebut.
Oleh karena itu, apabila ditanya apa variabelnya maka jawabannya adalah persepsi atau pemahaman, sehingga peneliti dituntut untuk mencari teori-teori tentang persepsi atau pemahaman terhadap kebijakan. Jadi variabelnya bukan kebijakan, karena kebijakan tidak bervariasi. Faktor the naming variable sangat mempengaruhi peneliti dalam menentukan teori-teori yang akan diterapkan dalam sebuah karya ilmiah baik itu skripsi, tesis bahkan disertasi. Demikian juga contoh-contoh lain seperti budaya organisasi, iklim organisasi, konpensasi, rekrutmen, gaji, pemberdayaan, dsb.
Dalam penelitian ilmiah, variabel pada umumnya ada dua yaitu variabel bebas (independent variable) yang dapat mempengaruhi atau lebih dulu terjadi terhadap variabel lain yang disebut variabel terikat (dependent variable). Variabel terikat inilah yang menentukan the main topic seorang peneliti yang mencerminkan spesialisasinya.
Berdasarkan pengalaman membimbing mahasiswa, khususnya mahasiswa program doktor, banyak ditemukan adanya ketidakkonsistenan antara rumusan masalah dengan penentuan metode penelitian. Sebagai contoh, bagaimanakah hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan? Ternyata metode yang dipilih peneliti survei dengan analisis regresi korelasi, jadi jenis penelitiannya kuantitatif padahal penelitian merumuskan masalah menggunakan kata tanya bagaimanakah yang mencerminkan adanya suatu proses yang ingin dipecahkan peneliti. Dalam hal ini jenis penelitian yang tepat adalah kualitatif.
Apabila kata tanya bagaimanakah diganti dengan apakah sehingga menjadi apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan, maka jenis penelitiannya kuantitatif dengan metode survei dan analisisnya regresi korelasi yang bersifat non kausal.
Contoh lain sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mengembangkan model instruksional dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika untuk anak SD kelas IV? Jenis penelitian ini dapat berupa developmental research atau R and D yang dilanjutkan dengan pengujian keefektifan model yang telah dikembangkan tersebut melalui eksperimen.
2. Bagaimanakah cultural cohesiveness dapat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan di institusi X? Jenis penelitian yang dipilih adalah kualitatif dengan langkah-langkah yang lengkap termasuk triangulasi dengan menekankan pada observasi yang unobtrusive, sampai ditemukan sesuatu yang unique. Tanpa uniqeness dan observasi terhadap proses maka penelitian kualitatif hanya sebuah ilusi.
3. Apakah komitmen berpengaruh langsung terhadap efektivitas organisasi? Contoh ini berkaitan dengan studi kausal non eksperimen dengan jenis penelitian kuantitatif, metode survei dengan analisis jalur (path analysis) untuk menguji model.
4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar genetika antara yang diajar dengan alat peraga dan siswa lain yang diajar dengan ceramah, apabila motivasi belajar siswa dikontrol? Masalah seperti ini harus dipecahkan melalui penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Apabila the main effect memiliki dua level demikian juga simple effect dengan dua level, maka disain ekespeimennya adalah 2 x 2 factorial. Eksperimen yang dipilih karena variabel bebasnya dapat dimanipulasi menjadi beberapa level, sehingga memungkinkan peneliti melakukan treatment. Analisnya menggunakan ANOVA two way.
HAKIKAT HIPOTESIS DALAM PENELITIAN KUANTITATIF
Filed under: Metodologi Penelitian — putrawan at 10:03 am on Monday, April 23, 2007
( © Prof. Dr. I Made Putrawan, April 22, 2007 )
Pada hakikatnya setiap penelitian kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial menerapkan filosofi yang disebut deducto hipothetico verifikatif artinya, masalah penelitian dipecahkan dengan bantuan cara berpikir deduktif melalui pengajuan hipotesis yang dideduksi dari teori-teori yang bersifat universal dan umum, sehingga kesimpulan dalam bentuk hipotesis inilah yang akan diverifikasi secara empiris melalui cara berpikir induktif dengan bantuan statistika inferensial.
Jadi, hipotesis yang diajukan peneliti, setelah membaca teori-teori yang relevan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan. Oleh karena itu, penggunaan kata tanya dalam perumusan masalah harus juga diperhatikan dengan mempertimbangkan jawaban yang logis dalam hipotesis, sehingga tidak mungkin peneliti dapat mengajukan hipotesis manakala kata tanya yang digunakan dalam perumusan masalah ilmiah adalah kata tanya seperti “sejauh manakah” atau “seberapa besarkah,” karena jawabannya sejauh itu atau sebesar itu.
Pada umumnya, dalam penelitian sosial terdapat dua macam rumusan masalah yaitu yang menghubung-hubungkan dan membedakan antar variabel. Dalam hal ini, menghubungkan dalam kaitannya dengan studi korelasional, merupakan studi non kausal artinya variabel bebas hanya mampu menentukan (to determine), dalam bentuk persentase. Apabila peneliti memiliki teori yang kuat tentang hubungan antar variabel, maka dapat dilakukan penelitian kausal melalui hubungan dengan menguji model pengaruh (path model) antar variabel yaitu melalui studi kausal yang bersifat non eksperimen. Analisisnya dapat berupa path anlysis atau linear structural relation (lisrel) bila model bersifat non-recursive.
Jenis lain yaitu penelitian kausal melalui eksperimen atau ex post facto bila tidak dapat dilakukan treatment karena variabel bebas tidak dapat dimanipulasi mengingat variabel tersebut sudah after the fact artinya sudah terjadi sebelumnya seperti perbedaan jenis kelamin atau jenis pekerjaan.
Namun apapun bentuk penelitiannya, pada umumnya hipotesis ada dua yaitu hipotesis penelitian yang dirumuskan dengan kata-kata verbal, apakah berkaitan dengan hubungan atau perbedaan dan hipotesis statistik yang ditulis dengan notasi-notasi parameter yang dapat diuji dan memiliki dua macam hipotesis yaitu hipotesis nol dan hipotesis 1 atau alternatif. Hanya hipotesis inilah yang dapat diuji dengan statistika inferensial.
Misalnya dalam penelitian kuantitatif dirumuskan masalah sebagai berikut, apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan, maka rumusan hipotesis penelitiannya adalah terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan. Namun hipotesis penelitian ini masih ngambang karena tidak secara tegas menyatakan hubungan apa, positif atau berbanding lurus ataukah negatif atau berbanding terbalik, tergantung teorinya. Kalau teorinya menemukan bahwa makin kuat motivasi kerja karyawan maka makin tinggi produktivitasnya maka hipotesis dinyatakan “terdapat hubungan positif, kecuali variabel bebas yang dipilih adalah stress, sehingga bentuk hubungannya menjadi hubungan berbanding terbalik dengan produktivitas karyawan.
Demikian juga bila masalah yang dirumuskan seperti apakah kecerdasan emosional berpengaruh langsung terhadap kepemimpinan, sehingga hipotesisnya menjadi kecerdasan emosional berpengaruh langsung terhadap kepemimpinan.
Contoh lain dalam eksperimen dengan disain faktorial 2 x 2, masalah utamanya adalah apakah secara keseluruhan terdapat perbedaan kemampuan daya saing (competitiveness) antara manager yang dilatih dengan metode sensitivity training (ST) dengan kelompok lain yang dilatih dengan cara konvensional bila motivasi kerja mereka dikontrol? Hipotesis penelitiannya “terdapat perbedaan kemampuan daya saing dengan variabel-variabel yang sama seperti di atas, namun peneliti yang memiliki teori-teori yang kuat tidak akan mengajukan hipotesis seperti itu karena mengundang pertanyaan tentang metode mana yang lebih unggul, jadi hipotesis penelitiannya harus secara tegas dan apriori dinyatakan seperti berikut “kemampuan daya saing manager yang dilatih dengan ST lebih tinggi dari pada yang dilatih dengan cara konvensional bila motivasi kerjanya dikontrol.”
Hipotesis penelitian jenis terakhir ini yang menentukan macam pengujiannya apakah one tailed test atau two tailed test. One tailed test diindikasikan dengan notasi > atau <> dan ujung kiri bila notasi <. Hal yang sama juga berlaku bagi hipotesis yang berkaitan dengan studi korelasional atau path analisis.
Apabila two tailed test yang dicirikan oleh tanda tidak sama dengan yang dipilih, maka konsekuensinya adalah taraf signifikansinya harus dibagi dua karena letak pengujian dikedua ujung distribusi sampling. Jadi apabila alpha (taraf signifikansi) yang dipakai 0,05 maka alpha yang dilihat pada tabel distribusi sampling adalah pada 0,025 denga n derajat kebebasan tertentu sesuai denga besar sampel.
Namun satu pesan yang perlu disampaikan agar tidak terjadi misleading adalah berkaitan dengan hakikat hipotesis nol dalam hal mana disebutkan bahwa the null hypothesis is no different hypothesis artinya hipotesis nol = hipotesis kesamaan sehingga dalam penulisannya selalu menggunakan tanda = dan bukan > atau <, apapun notasi yang ditulis pada hipotesis satu, semoga bermanfaat.
SEKELUMIT TENTANG LOGIKA PENULISAN DISERTASI KUANTITATIF
Filed under: Metodologi Penelitian — putrawan at 4:22 am on Monday, June 18, 2007
Disertasi merupakan suatu bentuk tugas akhir yang ditulis berdasarkan hasil penelitian ilmiah melalui penerapan berbagai metode penelitian (riset). Disertasi ditulis oleh mahasiswa dalam rangka memenuhi salah satu tugas akademik untuk memperoleh gelar doktor dalam bidangnya. Mengapa harus riset? Karena salah satu tujuan progran doktor yang merupakan gelar akademik tertinggi dari suatu perguruan tinggi adalah untuk menghasilkan seorang peneliti (researcher) dalam bidang ilmunya.
Oleh karena itu, bagi dosen yang tidak bergelar doktor, pada beberapa perguruan tinggi, tidak dapat menjadi profesor. Mengingat salah satu kewenangan seorang profesor adalah layak membimbing disertasi mahasiswa program doktor, maka sebaiknya calon profesor tersebut sudah bergelar doktor agar berpengalaman dan merasakan bagaimana riset untuk disertasi telah pernah dilakukan.
Jenis penelitian disertasi sangat beragam disesuaikan dengan masalah ilmiah yang akan dipecahkan. Jenis penelitian kualitatif dipilih karena mungkin mahasiswa ingin mencari informasi secara verstehen, naturalistik, terhadap suatu proses fenomena psikologis dan sosial dalam setting tertentu dan terdapat keunikan untuk diteliti secara kualitatif. Dalam hal ini, melakukan pengamatan dan pencatatan field notes merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh peneliti. Demikian peneliti diharapkan juga memiliki kemampuan mengintepretasikan field notes tersebut menjadi sebuah temuan naratif dan di “argue” dengan berbagai teori yang relevan.
Berbeda dengan penelitian kualitatif, riset kuantitatif lebih menekankan pada cara-cara cross-sectional, artinya fokus pada produk dan bukan proses. Riset jenis ini dapat berupa riset non kausal seperti studi korelasional atau riset kausal seperti path analisis, eksperimen atau ex post facto.
Apapun metode yang dipakai, dalam paradigma kuantitatif (baca lagi perbedaan paradigma kualitatif dan kuantitatif di topik lain dalam web ini), logika berpikir tetap mengikuti alur deducto hipothetico verificatif.
Artinya, alur berpikir dalam riset kuantitatif dimulai dengan mencari jawaban terhadap masalah riset yang telah dirumuskan melalui berbagai teori yang relevan. Kemudian, karena teori-teori tersebut bersifat abstrak, umum dan universal, maka dengan menggunakan cara berpikir deduktif dengan bantuan sarana matematika, maka dapat dirumuskan kesimpulan yang bersifat lebih khusus yang disebut hipotesis yakni jawaban sementara terhadap masalah. Hipotesis inilah kemudian diverifikasi secara empiris, inilah hakikat deducto-hipothetico-verificatif. Jadi hipotesis itu didasarkan pada teori-teori, sehingga tidak mungkin seorang peneliti dapat merumuskan hipotesis tanpa terlebih dahulu membaca teori-teori. Kunci utama dalam penulisan disertasi adalah adanya rumusan masalah ilmiah (scientific research problems) yang akan dipecahkan dan tentu masalah yang muncul tersebut harus didahului dengan argumen mengapa masalah tersebut penting untuk diteliti.
Untuk itu, pada bagian awal perlu dideskripsikan berbagai fakta yang mendasari atau melatarbelakangi “why” masalah tersebut ingin dipecahkan. Jadi fakta-fakta sebagai latar belakang rumusan masalah dapat diperoleh dari sumber-sumber informasi seperti majalah, koran, buletin-buletin, dsb atau dapat juga dari text books sehingga akan tampak alasan (reasoning) mengapa masalah itu perlu dan urgent untuk diteliti. Cara penulisannya dapat berupa alur berpikir seperti piramida terbalik, dimana ujungnya merupakan masalah yang akan diteliti.
Setelah latar belakang dirasa cukup kuat maka masalah perlu diidentifikasi, misalnya kinerja manager sebagai aspek utama dalam sebuah disertasi, karena itu faktor-faktor apa saja yang masih diduga menentukan atau mempengaruhi kinerja dapat dijadikan indetifikasi masalah. Karena terbatasnya waktu dan sumber dana, maka perlu masalah-masalah tersebut dibatasi dalam pembatasan masalah.
Semua hal yang telah dibahas di atas ada di bab pendahuluan dan masuk ke bab 2 sudah harus mulai berpikir tentang deskripsi teoretis, kerangka argumentatif, lalu pengajuan hipotesis.
Didalam Bab 2, semua variabel penelitian dideskripsikan teorinya sehingga variabel tersebut konseptual. Berdasarkan deskripsi teori-teori tersebut dapat dirumuskan definisi konseptual setiap variabel penelitian melalui berpikir sintesis, sehingga dapat dengan jelas diketahui dimensi-dimensi dan indikator-indikator variabel tesebut.
Disamping itu juga deskripsi teori-teori tersebut dapat dijadikan dasar untuk merumuskan kerangka berpikir yang bersifat argumentatif tentang mengapa variabel-variabel tersebut berkaitan atau saling berpengaruh. Misalnya peneliti ingin menghubungkan motivasi kerja dengan kinerja, jadi setelah teori-teori kedua variabel tersebut dideskripsikan maka akan tampak adanya hubungan logis antar kedua variabel tersebut berdasarkan kerangka berpikir argumentatif.
Atas dasar kerangka berpikir inilah dapat dibuat kesimpulan tentang dugaan adanya hubungan logis antar kedua variabel tersebut dalam bentuk hipotesis. Apabila peneliti, dalam hal ini, menggunakan cara berpikir silogistik, maka kesimpulan tersebut disebut kesimpulan tautologis setelah terlebih dahulu ditetapkan adanya premis mayor dan minor.
Sampai sejauh ini peneliti baru menggunakan cara berpikir atau logika berpikir deduktif yang berakhir dalam bentuk rumusan hipotesis. Karena itu, untuk membuktikan apakah hipotesis peneliti ditolak atau diterima maka perlu dilakukan verifikasi dengan menggunakan logika berpikir induktif dengan sarana berpikir statistika induktif.
Jadi dalam sebuah riset ilmiah terdapat dua proses yang harus dilakukan yaitu justifikasi (justification) yang merupakan proses dalam men “justify” kesimpulan dalam bentuk hipotesis dan kemudian proses diskoveri (discovery) atau temuan setelah dilakukan analisis statistika inferensial untuk memverifikasi apakah hipotesis ditolak atau diterima.
Mungkin dapat terjadi hipotesis yang diajukan tidak sesuai dengan temuan peneliti, hal ini terjadi apabila hipotesis tidak terbukti secara empiris maka itu berarti temuan penelitian tidak signifikan. Karena ini adalah sebuah temuan maka, signifikan maupun tidak, penelitian tidak perlu diulang. Peneliti hanya dituntut untuk membuat argumentasi teoretik dan statistik mengapa hipotesis yang demikian kuatnya didukung oleh berbagai teori namun pada saat diverifikasi tidak terbukti secara empiris. Dalam hal ini, seorang ilmuwan akan tetap membela hipotesisnya dengan mengatakan bahwa untuk saat ini temuan atau hasil pengujian hipotesis belum mampu membuktikan kebenaran hipotesis secara empiris. Semoga bermanfaat.
(Copyright Prof. I Made Putrawan, 17 June 2007)

PENTINGNYA LANDASAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

PENTINGNYA LANDASAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN (Makalah yang dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu)
Pengantar
Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud dengan pengetahuan, dan atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam tugas makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku.

Pertanyaan yang timbul yaitu: apakah teori-teori pendidikan dapat atau telah tumbuh sebagai ilmu ataukah hanya sebagian dari cabang filsafat dalam arti filsafat sosial ataupun filsafat kemanusiaan?

A. Pengertian Ilmu, Filsafat, dan Filsafat Ilmu

I. Ilmu adalah suatu pengetahuan ilmiah yang memiliki syarat-syarat :
Dasar Pembenaran yang dapat dibuktikan dengan metode ilmiah dan teruji dengan cara kerja ilmiah
Sistematik, yaitu terdapatnya sistem yang tersusun dari mulai proses, metode, dan produk yang saling terkait.
Intersubyektif, yaitu terjamin keabsahan atau kebenarannya

Sifat ilmu yang penting:
Universal : berlaku umum, lintas ruang dan waktu yang berada di bumi ini
Communicable : dapat dikomunikasikan dan memberikan pengetahuan baru kepada orang lain
Progresif : adanya kemajuan, perkembangan, atau peningkatan yang merupakan tuntutan modern

Ilmu dari sisi Keyakinan atau Agama Islam : Ilmu Allah meliputi segala sesuatu
Perumpamaan tidak terbatasnya ilmu Allah adalah, jika kita hendak menulisnya dengan pena dan tinta. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan yang ada di bumi. Di sisi Allah kunci-kunci yang ghaib dia mengetahui segala yang tampak, segala sesuatu yang ghaib, dan yang nyata (jelas), segala yang tersembunyi dan yang nyata, segala yang dirahasiakan, dan yang dilahirkan oleh manusia, yang dahulu dan yang kemudian, yang masuk ke dalam bumi dan yang keluar dari dalam bumi, yang turun dari langit dan yang naik padanya.
Ilmu manusia berasal dari Allah dan sangat terbatas. Allah memberi ilmu kepada nabi Adam a.s. dan mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya dengan kalam. Ilmu manusia sangat sedikit dan terbatas. Yang diketahui oleh manusia karena kehendak Allah jua. Manusia dilahirkan tanpa ilmu/tidak mengetahui sesuatu pun, diberi-Nya pendengaran agar memperoleh ilmu dengan pengabaran, diberi-Nya penglihatan agar memperoleh ilmu dengan melihat kenyataan, dan diberinya hati/akal agar memperoleh ilmu dengan penalaran atau proses memahami.

Al-Qur’an Sumber ilmu pengetahuan. Al Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan yang mengeluarkan manusia dari kegelapan. Pelajarilah alam semesta ini, semua digelar dan dicipta agar dipelajari oleh manusia yang dianugrahi akal budi, namun hanya yang berakal atau yang menggunakan akalnyalah yang dapat menerima pelajaran dan ilmu tersebut.

Derajat dan keadaan orang yang tidak berilmu
Tanpa ilmu manusia sering dan suka berdusta terhadap yang lainnya, dengan maksud menyesatkan manusia. Dia akan mengikuti dan menuruti hawa nafsunya sendiri tanpa kendali. Wajib kita berpaling dari orang bodoh. Dosa akibat perbuatan yang tidak diketahui (karena kebodohan) akan diampuni asalkan mau bertobat dan memperbaiki dirinya.Keutamaan dan derajat orang yang berilmu. Orang berilmu akan takut kepada Allah, mengakui keesaan Allah, dan membenarkan sesuatu yang datang dari-Nya. Pahala yang besar bagi yang berilmu, dan Allah meninggikan derajatnya, (baik di sisi Allah maupun di hadapan manusia) di antaranya, sebagai tempat bertanya.

Kewajiban menuntut ilmu dan mengajarkannya.
Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, mengajarkannya kepada orang lain hendaklah dengan jelas, dengan terang, dan janganlah menyembunyikan yang benar. Hendaklah mengajarkan sesuatu dengan penuh kebijaksanaan (penuh hikmah). Di sinilah mulianya tugas pendidik, karena ia mempunyai kewajiban untuk mengajarkan ilmunya kepada anak didiknya dengan penuh hikmah dan keteladanan. Guru harus dapat membedakan ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah.

II. Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan. Filsafat berasal dari kata bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua suku kata yaitu philos yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan.

Pengertian filsafat secara luas adalah :
1. Usaha spekulatif manusia yang sangat rasional, sistematik, konseptual untuk memperoleh pengetahuan selengkap mungkin berdasarkan kaidah ilmiah
2. Ikhtiar atau usaha untuk menentukan batas-batas pengetahuan secara koheren dan menyeluruh (”holistic dan comprehensive”)
3. Wacana tempat berlangsungnya penelusuran kristis terhadap berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar suatu pengetahuan.
4. Dapat dipandang sebagai suatu tubuh pengetahuan yang memperlihatkan apa yang kita lihat dan katakan. Dia harus seiring dan sejalan dalam aplikasi dan penerapannya di lapangan.
Filsafat menjembati cara berfikir secara ontologis, epistemologi dan aksiologi
§ Ontologi : hakikat apa yang dikaji
§ Epistemologi : cara mendapatkan pengetahuan yang benar
§ Aksiologi : nilai kegunaan ilmu

Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Dalam sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan. Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat. Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis, koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya mempelajari satu realitas atau bidang tertentu.
Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara intersuyektif).

III. Filsafat Ilmu :

Hampir semua penyakit dan ilmu dapat dipelajari oleh kita. Semua itu berangkat dari filsafat. Filsafat itu ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Filsafat (mencari kebenaran versi manusia) mulanya berasal dari data empiris. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan atau cara pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan knowledge dan science yang dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau pendidikan.

Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menelidiki sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.
Filsafat , philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani mempunyai arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa itu hidup? Mengapa saya hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut sejatinya muncul alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan baik memandang realitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai “binatang berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya sebagai ”Makhluk Allah” yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai hal itu diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan.

B. Filsafat Ilmu dan Aplikasinya dalam Pendidikan

Aspek filsafat sesungguhnya merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kinerja dan mutu pendidikan di suatu negara, meskipun bukan satu-satunya determinan. Di samping kajian filsafat mengenai eksistensi ilmu pendidikan, perumusan dan kejelasan filsafat pendidikan itu sendiri akan menentukan kebijakan dasar pendidikan, dan selanjutnya menentukan tingkat kemajuan dan perkembangan pendidikan nasional.

Atas dasar itu ilmu dan aplikasi pendidikan secara komprehensif membahas berbagai aspek dan persoalan pendidikan teoritis/filosofis, pendidikan praktis, pendidikan disiplin ilmu, dan pendidikan lintas bidang, sangatlah tepat dan strategis. Sejumlah ahli mengungkapkan bahwa di tengah kecendrungan pragmatisme dalam dunia pendidikan, ilmu pendidikan merupakan ilmu yang cenderung kurang berkembang. Ilmu pendidikan bukan saja tidak memiliki daya pikat dan daya tarik yang kuat, tapi juga bersifat konservatif, statis, kurang menghiraukan aspirasi kemajuan, dan semakin terlepas dari konteks budaya masyarakat.

Ilmu pendidikan, dengan demikian dianggap mengalami reduksi dan involusi. Salah satu akar persoalannya, ilmu pendidikan dianggap tidak didukung oleh body of knowledge yang relevan dengan masyarakat Indonesia, serta tidak dibangun atas dasar pengetahuan yang relevan dengan perkembangan jiwa dan fisik anak-anak Indonesia.

Pada sisi lain, falsafah yang mendasari ilmu pendidikan serta kebijakan dasar pendidikan secara umum, pada saat ini dihadapkan pada konteks masyarakat Indonesia yang sedang berubah, suatu masyaerakat reformasi transisional yang diharapkan menuju masyarakat yang sejahtera, berkeadilan, demokrasi, egaliter, menghargai kenyataan pluralitas masyarakat dan sumber daya, otonomi, dsbnya. Kenyataan ini merupakan tantangan baru di tengah “keringnya” ilmu pendidikan.

Tantangan semacam itu, tentu perlu disikapi oleh para pakar pendidikan dengan upaya menemukan dan merumuskan parameter yang bersifat menyeluruh, untuk membangun ilmu pendidikan sebagai ilmu yang multidimensi baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis), maupun secara ilmiah. Dari segi ini, yang diinginkan adalah ilmu pendidikan yang berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu.

Kita baru saja menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 20 tahun (1978-1998) dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan secara damai tahun 1998, setelah krisis multidimensional melanda dan memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun 1997, bahkan sejak 27 Juli 1996 sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 1997. itu adalah contoh pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar ruang penataran. Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau Pancasila Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya secara moral dan sosial. Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955).
“Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.
Pendidikan sebagai gejala sosial dalam kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan kultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap.

Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I & me).
Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif.

Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia bernilai tertentu yang bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikan dalam praktek adalah fakta empiris yang syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat maniusiawi seperti saya atau siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi dengan pribadi (higher order interactions) antar individu dan hubungan intrapersonal secara afektif antara saya (yaitu I) dan diriku (diri sendiri yaitu my self atau the self).
Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan hubungan variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. Sedangkan jumlah variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara variabel amat kompleks sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra orang perorang (personal). Artinya sifat manusiawi dari pendidikan (manusia dalam pendidikan) harus terpelihara demi kualitas proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar pendidik siap untuk bertindak sewaktu-waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi yang pas, apabila perlu. Misalnya atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis yang lengkap namun utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik. Kreativitas itu didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu sebabnya gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial atau gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara termodifikasi dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, apakah ilmu pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan- nya khususnya ditanah air kita?
Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu pedagogic praktis). Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada pengajaran (yang makro) lebih utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan kegiatan pengajaran disekolah memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan persiapan mengajar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom, ruang lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan mengajar.
Atas dasar pokok-pokok pikiran tentang aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah dari manusia dalam fenomena pendidikan maka pendidikan dalam praktek haruslah secara lengkap mencakup bimbingan, mendidik, mengajar dan pengajaran. Dalam fenomena yang normal peserta didik dapat didorong aga belajar aktif melalui bimbingan dan mengajar. Tetapi adakalanya dalam situasi kritis siswa perlu meniru cara guru yang aktif belajar sendiri. Itu sebabnya perundang-undangan pendidikan kita sebenarnya perlu diluruskan, pada satu sisi agar upaya mendidik terjadi dalam keluarga secara wajar, disisi lain agar pengajaran disekolah meliputi dimensi mendidik dan mengajar. Lagi pula bahwa diferensisasi dan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu ditentukan utamanya harus melakukan pengajaran dan mengelola kurikulum formal sebagai aspek spesialisasinya agar beroperasi efisien. Sedangkan konsep pendidikan yang juga mencakup program latihan (UU. No. 2/1989 Pasal 1 butir ke-1) adalah suatu konstruk yang amat luas dilihat dari perspektif sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu dan seni ialah proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia dimana warga maysrakat yang lebih dewasa dan berbudaya membantu pihak-pihak yang kurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik (Phenix, 1958:13), Buller, 1968:10).

Dalam arti ini juga sekolah laboratorium akan memerlukan jalinan praktek ilmu dan praktek seni. Sebaliknya butir 1 pasal 1, UU No. 2 /1989 kiranya kurang tepat sehingga tentu sulit menuntut siswa ber CBSA padahal guru belum tentu aktif belajar, mengingat definisi pendidikan yang makro, yaitu : “Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang”.(Lihat pula UU Sisdiknas 2003).
Kiranya konsep pendidikan yang demikian kurang mampu memberi isi kepada tujuan dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang pendidikan sebagai amanah untuk mewujudkan keterkaitan erat antara sistem pengajaran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. Karena itu dalam lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari pengalamannya berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi.
Hal ini sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut “Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil mempengaruhi). Arti Tut Wuri ialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi”.Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam mencapai disiplin yang lebih luas.
Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu sendiri, yaitu faktor manusianya. Dengan demikian landasan-landasan pendidikan tidak mesti dicari diluar fenomena (gejala) pendidikan termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu dari budaya barat. Oleh karena itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu psikologi., fisiologi, sosiologi, antropologi ataupun filsafat. Lagi pula konsep pengajaran (yang makro) berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung hasilnya dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang tentu asas Tut Wuri Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan sekedar upaya sadar menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan siswa mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan siswanya.
C. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan
Uraian diatas mengisyaratkan terhadap dasar-dasar pendidikan bahwa praktek pendidikan sebagai ilmu yang sekedar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Fakta pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif dibawah 100 % (bahkan 60 %). Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyerap dan meresapi penghayatan 100 % melampaui tujuan-tujuan sosialisasi, mencapai internaliasasi (mikro) dan hendaknya juga enkulturasi (makro). Itulah perbedaan esensial antara pendidikan (yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif) dan kegiatan mengajar yang paling-paling menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara pengajaran dengan mengajar dan mendidik.
Adapun ketercapaian untuk daya serap internal mencapai 100 % diperlukn tolong menolong antara sesama manusia. Dalam hal ini tidak ada orang yang selalu sempurna melainkan bisa terjadi kemerosotan yang harus diimbangi dengan penyegaran dan kontrol sosial. Itulah segi interdependensi manusia dalam fenomena pendidikan yang memerlukan kontrol sosial apabila hendak mencegah penurunan pengamalan nilai dan norma dibawah 100%. Dalam bahasa Agama disebut ”Hablumminnnaas”
Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan. Jelaslah bahwa telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogik (pendidikan anak) dan data andragogi (Pendidikan orang dewasa). Adapun data itu mencakup fakta (das sein) dan nilai (das sollen) serta jalinan antara keduanya. Data faktual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi (fenomena) yang ditelaah Ilmuwan itu (pedagogik dan andragogi) secara empiris. Begitu pula data nilai (yang normative) tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah. Tetapi tidak berarti bahwa filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu. Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogik (teoritis) adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil.
Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogik (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogik praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :
Ø Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relation-ship)
Ø Pentingnya ilmu pendidikan mempergunakan metode fenomenologi secara kualitatif.
Ø Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik (educator)
Ø Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student)
Ø Memikiki Tujun pendidikan yang jelas (educational aims and objectives)
Ø Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan
Ø Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution)
Ø Mengacu kepada Tujuan pendidikan nasional yaitu menjadikan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu pendidikan dalam arti pedagogik (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogik praktis yang menelaah ragam pendidikan di berbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukn lingkupannya sehingga meliputi:
§ Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)
§ Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif)
§ Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat preskriptif.
§ Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan
§ Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan specific content pedagogy.
§ Sedangkan telaah lingkup yang makro dan meso dari pendidikan, merupakan bidang telaah utama yang memperbedakan antara objek formal dari pedagogik dari ilmu pendidikan lainnya. Karena pedagogik tidak langsung membicarakan perbedaan antara pendidikan informal dalam keluarga dan dalam kelompok kecil lainnya, dengan pendidikan formal (dan non formal) dalam masyarakat dan negara, maka hal itu menjadi tugas dari andragogi dan cabang-cabang lain yang relevan dari ilmu pendidikan.
§ Itu sebabnya dalam pedagogik terdapat pembicaraan tentang faktor pendidikan yang meliputi : (a) tujuan hidup, (b) landasan falsafah dan yuridis pendidikan, (c) pengelolaan pendidikan, (d) teori dan pengembangan kurikulum, (e) pengajaran dalam arti pembelajaran (instruction) yaitu pelaksanaan kurikulum dalam arti luas di lembaga formal dan non formal terkait.
Bidang masalah yang ditelaah oleh teori pendidikan sebagai ilmu ialah sekitar manusia dan sesamanya yang memiliki kesamaan dan keragaman di dalam fenomena pendidikan. Yang menjadi inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu mengenai tealaah (atau studi) pendidikan anak oleh orang dewasa. Pedagogik teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematik dan pembahasannya. Tetapi pendidikan (atau pedagogi) diperlukan juga oleh semua orang termasuk orang dewasa dan lanjut usia. Karena itu selain cabang pedagogik teoritis sistematis juga terdapat cabang-cabang pedagogik praktis, diantaranya pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal dalam keluarga, andragogi (pendidikan orang dewasa) dan gerogogi (pendidikan orang lansia), serta pendidikan non-formal sebagai pelengkap pendidikan jenjang sekolah dan pendidikan orang dewasa.Di dalam menelaah manusia yang berinteraksi di dalam fenomena pendidikan, ilmu pendidikan khususnya pedagogic merupakan satu-satunya bidang ilmu yang menelaah interaksi itu secara utuh yang bersifat antar dan inter-pribadi. Untunglah ada ilmu lain yang melakukan telaah atas perilaku manusia sebagai individu. Begitu juga halnya atas telaah interaksi sosial, telaah perilaku kelompok dalam masyarakat, telaah nilai dan norma sebagai isi kebudayaaan, dan seterusnya. Ilmu-ilmu yang melakukan telaah demikian dijadikan berfungsi sebagai ilmu bantu bagi ilmu pendidikan. Diantara ilmu bantu yang penting bagi pedagogic dan androgogi ialah : biologi, psikologi, sosiologi, antropologi budaya, sejarah dan fenomenologi (filsafah).
a. Pendekatan fenomenologi dalam menelaah gejala pendidikan
Pedagogik tidak menggunakan metode deduktif spekulatif dalam investigasinya berdasarkan penjabaran pendirian dasar-dasar filosofis. Pedagogik adalah ilmu pendidikan yang bersifat teoritis dan bukan pedagogik yang filosofis. Pedagogik melakukan telaah fenomenologis atas fenomena yang bersifat empiris sekalipun bernuansa normative. Seperti dikatakan Langeveld (1955) Pedagogik mempergunakan pendekatan fenomenologis secara kualitatif dalam metode penelitiannya :

Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama. Hubungan-hubungan dan gejala yang menunjukkan ciri-ciri pokok dari objeknya ada yang memaksa menunjuk ke konsekunsi yang filosofis, adapula yang memaksakaan konsekunsi yang empiris karena data yang faktual. Pedagogik mewujudkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis tentang data normative pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah fenomena atau gejala pendidikan secara mikro yang menurut Langevald mengandung keenam komponen yng menjadi inti dari batang tubuh pedagogik.
b. Kontribusi ilmu-ilmu bantu terhadap pedagogik
Ilmu pendidikan khususnya pedagogik dan androgogi tidak menggunakan metoda deskriptif-eksperimental karena manfaatnya terbatas pada pemahaman atas perubahan perilaku siswa. Sedangkan prediksi dan kontrol yang eksperimental diterapkan dan itupun manfaatnya terbatas sekali.
Jadi kurang bermanfaat apabila ilmu pendidikan mempergunakan metode deskriptif-eksperimental terhadap perubahan-perubahan didalam pendidikan secara kuantitatif. Sebaliknya pedagogik dan androgogi harus menjadi ilmu otonom yang menerapkan metode fenomenologi secara kualitatif. Maksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak normative (data factual) dalam jumlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial. Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu bantu dan atau filsafat umum.
Penulis Makalah Kelompok S2 Teknologi Pendidikan :
Wijaya Kusumah, Rosiman, Susun Suliharti, Yuyun Yunand, dan
DAFTAR REFERENSI
Bogdan & Biklen (1982) Qualitative Research For Education.
Boston MA: Allyn BaconCampbell & Stanley (1963) Experimental & Quasi-Experimental Design for Research.
Chicago : Rand McNellyDeese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia University-Teachers
College PressGordon, Thomas (1974) Teacher Effectiveness Training. NY: Peter h. WydenpubHenderson, SVP (1954) Introduction to Philosophy of Education.Chicago : Univ. of Chicago Press
Hidayat Syarief (1997) Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta: Maret,1997
Highet, G (l954), Seni Mendidik (terjemahan Jilid I dan II), PT.Pembangunan
Jujun S. Suriasumantri (1982), Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Modern. Jakarta
Kemeny,JG, (l959), A Philosopher Looks at Science, New Hersey, NJ: Yale Univ.Press
Ki Hajar Dewantara, (l950), Dasar-dasar Perguruan Taman Siswa, DIY:Majelis Luhur
Ki Suratman, (l982), Sistem Among Sebagai Sarana Pendidikam Moral Pancasila, Jakarta:Depdikbud
Kuhn, Ts, (l969), The Structure of Scientific Revolution, Chicago:Chicago Univ.Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars
Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIPBandung
Raka Joni T.(l977), Permbaharauan Profesional Tenaga Kependidikan: Permasalahan dan Kemungkinan Pendekatan, Jakarta, Depdikbud

PEMANFAATAN TI DI SEKOLAH

Pemanfaatan TI dalam PBM di Sekolah
Tanpa terasa teknologi informasi (TI) telah masuk ke dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari internet, spreadsheet, wordprocessor dan database telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang komputer, teknik, perbankan atau sains, tapi juga telah melebar ke bidang lainnya. Komputer dan teknologi informasi telah sampai pada taraf pervasif, yang telah begitu menjadi satu dalam proses belajar dan mengajar sehari-hari. Dari menulis laporan, perangkat analisis, hingga ke pelaksanaan percobaan. Kondisi ini memberikan peluang bagi dunia pendidikan untuk menggunakan komputer dan teknologi informasi (TI) sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar di sekolah. Jika diamati melalui studi empiris dan observasi pemanfaatan TI dalam bidang pendidikan khususnya di sekolah-sekolah mulai dari pra sekolah sampai menengah atas sangatlah beragam, khususnya penerapannya dalam inovasi media pembelajaran berbasis TI. Pemanfaatan TI dalam bidang pendidikan sudah merupakan kelaziman di Amerika Serikat pada dasawarsa yang telah lalu. Ini merupakan salah satu bukti utama ketertinggalan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa di dunia.Berikut ini sampel-sampel dari luar negeri hasil revolusi dari sistem pendidikan yang berhasil memanfaatkan Teknologi Informasi untuk menunjang proses pembelajaran mereka:
SD River Oaks di Oaksville, Ontario, Kanada, merupakan contoh tentang apa yang bakal terjadi di sekolah. SD ini dibangun dengan visi khusus: sekolah harus bisa membuat murid memasuki era informasi instan dengan penuh keyakinan. Setiap murid di setiap kelas berkesempatan untuk berhubungan dengan seluruh jaringan komputer sekolah. CD-ROM adalah fakta tentang kehidupan. Sekolah ini bahkan tidak memiiki ensiklopedia dalam bentuk cetakan. Di seluruh perpustakaan, referensinya disimpan di dalam disket video interktif dan CD-ROM-bisa langsung diakses oleh siapa saja, dan dalam berbagai bentuk: sehingga gambar dan fakta bisa dikombinasikan sebelum dicetak;foto bisa digabungkan dengan informasi.
SMU Lester B. Pearson di Kanada merupakan model lain dari era komputer ini. Sekolah ini memiliki 300 komputer untuk 1200 murid. Dan sekolah ini memiliki angka putus sekolah yang terendah di Kanada: 4% dibandingkan rata-rata nasional sebesar 30%
Prestasi lebih spektakuler ditunjukkan oleh SMP Christopher Columbus di Union City, New Jersey. Di akhir 1980-an, nilai ujian sekolah ini begitu rendah, dan jumlah murid absen dan putus sekolah begitu tinggi hingga negara bagian memutuskan untuk mengambil alih. Lebih dari 99% murid berasal dari keluarga yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Bell Atlantic- Sebuah perusahaan telepon di daerah itu membantu menyediakan komputer dan jaringan yang menghubungkan rumah murid dengan ruang kelas, guru, dan administrator sekolah. Semuanya dihubungkan ke Internet, dan para guru dilatih menggunakan komputer pribadi. Sebagai gantinya, para guru mengadakan kursus pelatihan akhir minggu bagi orangtua. Dalam tempo dua tahun, baik angka putus sekolah maupun murid absen menurun ke titik nol. Nilai ujian-standar murid meningkat hampir 3 kali lebih tinggi dari rata-rata sekolah seantero New Jersey.
Dengan demikian, dapat ditarik garis besar dari pemanfaatan TI sebagai pendukung proses pembelajaran disekolah melalui beberapa sudut pandang :1. TI Sebagai Sumber Informasi Dan Ilmu Pengetahuan Informasi dan ilmu pengetahuan dapat sampai pada kita melalui berbagai jalan. Pada zaman dahulu, papirus, batu tulis, tulang dan buku menjadi media utama tersampainya ilmu pengetahuan. Seiring dengan majunya teknologi, dewasa ini informasi mengalami perubahan format ke dalam bentuk digital. Ide yang dimuat dalam kertas mulai tergantikan menjadi versi elektronik. Kita memasuki era paperless. Perubahan format ini membuka peluang besar bagi kemudahan akses informasi, apalagi dengan membuatnya dapat diakses secara online (melalui internet). Dengan bermodal komputer, dewasa ini kita dapat menjelajahi dunia cyber, yang kaya akan informasi. Berbagai penelitian berkesimpulan bahwa proses meng-online-kan informasi ini merupakan salah satu faktor penting yang mendorong pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertumbuhan kegiatan informasi online ini tentunya dapat membantu proses belajar mengajar di sekolah. Siswa dapat mencari berbagai informasi hanya dengan menulis beberapa kata kunci melalui mesin pencari di internet seperti melalui Google atau Yahoo. Dengan demikian proses belajar melalui kegiatan pencarian informasi di internet dapat dijadikan salah satu model tugas yang diberikan guru kepada siswanya. Tugas semacamnya ini tentunya akan mendorong siswa untuk mengenal teknologi informasi serta membuka kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dengan lebih luas.2. TI Sebagai Model Sistem Pembelajaran TI telah menawarkan beragam bentuk pemanfaatan dalam sistem pembelajaran misalnya Computer Assisted Instruction (CAI), Computer Managed Learning (CML), dan ComputerMediated Communication (CMC). Bentuk pemanfaatan TI yang mutakhir dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran maya atau yang dikenal dengan istilah virtual learning. Proses pembelajaran maya terjadi pada kelas maya (virtual classroom) dan atau sekolah maya (virtual school) yang berada dalam cyberspace (dunia cyber) melalui jaringan internet. Proses pembelajaran maya berintikan keterpisahan ruang dan waktu antara siswa dan tenaga pengajar, serta sistem belajar terbuka yang berintikan akses yang terbuka dan kebebasan memilih ragam sumber belajar serta alur proses belajar oleh siswa. Pembelajaran maya yang memanfaatkan the world wide web (WWW) pada prinsipnya memberikan apa yang diinginkan setiap orang (dalam beragam bentuk), di tempat yang diinginkannya, pada saat yang diinginkannya ( to give what people want, where they want it, and when they want it – www). Dengan demikian, siswa dapat memperoleh bahan ajar yang sudah dirancang dalam paket-paket pembelajaran yang tersedia dalam situs maya. Biasanya bahan ajar disediakan dalam bentuk multimedia terpadu, dan kemungkinan untuk mencetak bagian-bagian tertentu pada printer seseorang. Siswa dapat mempelajari bahan ajar tersebut sendiri, tanpa bantuan belajar apapun atau dari siapapun. Jika diperlukan, siswa dapat memperoleh bantuan belajar dalam bentuk interaksi yang difasilitasikan oleh komputer, yaitu belajar berbantuan komputer (computer assisted learning, atau interactive web pages), belajar berbantuan tenaga pengajar secara synchronous (dalam titik waktu yang sama), maupun asynchronous (dalam titik waktu yang berbeda), dan atau belajar berbantuan sumber belajar lain seperti teman dan pakar melalui surat elektronik (e-mail), diskusi (chat-room), perpustakaan (melalui kunjungan ke situs-situs basis informasi yang ada dalam jaringan internet). Di samping itu, siswa juga memiliki catatan-catatan pribadi dalam note-book. Penilaian hasil belajar siswa (web-based evaluation) juga dapat dilakukan secara terbuka melalui komputer, kapan saja siswa merasa siap untuk dinilai (atau embedded/terintegrasi dalam virtual course).3. TI Sebagai Media Pembelajaran Multimedia Pemanfaatan TI dalam proses belajar mengaajr juga dapat dilakukan dengan menggunakan komputer dan projector dan sarana multimedia interaktif. Berdarkan hasil penelitian seorang guru SMP 199 Jakarta Timur mengenai dampak teknologi terhadap proses belajar dikelas melalui multimedia inetraktif didapatkan bahwa terdapat banyak sekali kemajuan dalam proses kegiatan belajar dan mengajar seperti;
Memacu kretivitas siswa dan mereka (murid) terkesan kerasan atau betah dengan adanya metode kegiatan belajar dan mengajar melalui multi media.
Membangkitkan gairah siswa untuk senatiasa menyimak pelajaran alasanya sarana yang dipakai ini lebih menonjolkan gambar dan sangat efektif untuk menangkap nalar dari materi pelajaran.
Memacu siswa supaya rajin sekolah dan ada perasaan di kalangan siswa jika mereka tidak masuk atau absen merasa rugi karena ketertinggalannya dengan teman lain didalam memangkap materi pelajaran.
Membuat betah siswa disekolah, memang harus diakui kelengkapan sarana dan prasarana kegiatan proses kegiatan belajar dan mengajar juga sangat berdampak kepada siswa sekolah, apabila semua terpenuhi bisa saja mereka setelah diluar jam sekolah mengikut kegiatan ekstra kurikuler.
4. TI Sebagai Sarana Pengembangan Tenaga Pengajar Profesional TI memiliki peran penting dalam pengembangan profesional tenaga pengajar. Melalui pemanfaatan TI, tenaga pengajar dapat menjadikan internet sebagai perpustakaannya,menjadikan e-mail sebagai alat komunikasi antarsejawat, menjadikan bulletin board sebagai sarana untuk memperoleh informasi mutakhir tentang bidang ilmunya, dan menjadikan kesempatan chatting untuk mengobrol (atau berdiskusi) dengan santai tentang bidang ilmunya.Dari berbagai sudut pandang tersebut, maka kehadiran TI pada saat ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan untuk menerima TI, dan kemampuan untuk memanfaatkannya seoptimal mungkin. TI dapat membantu untuk memperkaya, mempermudah, dan mempercepat pembelajaran yang selama ini sudah dilaksanakan berdasarkan tradisi akademiknya. Dengan beragam kemudahan yang dijanjikan TI, pemanfaatan TI dipercaya akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Di samping itu, pembelajaran berbasis TI juga menyebabkan terbukanya akses terhadap pembelajaran bagi semua orang secara luas.Akhirnya, jika memang TI memiliki banyak manfaat, tentunya ingin kita gunakan secepatnya. Namun ada beberapa kendala yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin. Kesiapan pemerintah Indonesia masih patut dipertanyakan dalam hal ini. Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan sumber daya manusia, proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Sebab perlu diketahui bahwa Cyber Law belum diterapkan pada dunia Hukum di Indonesia. Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia.. Untuk itu perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah. Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas sekolahan, dan bahkan melalui warung Internet. Hal ini tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; walaupun pada akhirnya terpulang juga kepada pemerintah. Sebab pemerintahlah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan. Namun sementara pemerintah sendiri masih demikian pelit untuk mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan. Saat ini baru Institut-institut pendidikan unggulan yang memiliki fasilitas untuk mengakses jaringan IT yang memadai. Padahal masih banyak institut-institut pendidikan lainnya yang belum diperlengkapi dengan fasilitas IT. Harapan kita bersama hal ini dapat diatasi sejalan dengan perkembangan telekomunikasi yang semakin canggih dan semakin murah.

MOTIVASI MARIO TEGUH

MOTIVASI MARIO TEGUH

“Kesalahan kita butuhkan untuk hasil yang lebih baik, karena timbulnya kesalahan adalah tanda diperlukannya cara-cara yang lebih baik. Membuat kesalahan dan bahkan gagal dalam melakukan sesuatu yang berguna, adalah lebih baik daripada tidak pernah salah karena tidak melakukan apapun”.

Pengaruh terbesar Anda datang dari keuntungan yang Anda hasilkan bagi orang lain. Bila Anda menyumbangkan hasil yang baik-nya tidak biasa kepada lingkungan di mana Anda berada; suara Anda akan terdengar keras bahkan sebelum Anda berbicara.

Satu hari bersama seorang guru yang anggun – lebih baik daripada seribu hari belajar sendiri. Kelebihan orang lain adalah potensi kelebihan Anda, bila Anda tulus mempelajarinya. Menirulah dengan tulus. Karena hanya dengan peniruan yang tak terhambat di hati – Anda akan lebih mudah mencapai kesetaraan dengan kualitas yang Anda harapkan itu. (Copying To Greatness)
Salah satu cara untuk berhasil adalah belajar dari kegagalan. Dengan kegagalan, kita tahu cara untuk bisa berhasil. Tidak ada orang yang berhasil kalau belum pernah gagal. Persoalannya, kita tidak cukup waktu untuk belajar semua kegagalan. Maka cara yang terpendek untuk keberhasilan adalah belajar dari kegagalan orang lain.
Dalam meniru cara-cara yang terbukti telah berhasil, terkadang kita dihadapkan pada satu sisi, dimana kita merasa bukan diri kita, karena apa yang kita tiru tidak sesuai dengan kebiasaan kita sebelumnya. Ini menjadi pertanyaan saya pada sesi tanya jawab.
Untuk menjadikan kita bisa menerima yang bukan diri kita, adalah dengan membiasakan perilaku kita sesuai dengan yang kita tiru, dan itu bisa dilakukan kalau kita melakukan dari yang kecil dan sederhana. Kalau kita meniru yang kecil dan dilakukan se-sering mungkin, maka itu akan menjadi kebiasaan kita, dan kebiasaan yang dilakukan dengan konsisten akan menjadikannya sebagai pribadi kita.
Maka kalau kita ingin meniru satu pribadi yang terbukti baik dan berhasil, maka lakukanlah dari yang kecil dan sederhana dari yang Anda sukai dari pribadi tersebut.
”Menirulah dengan tulus. Karena hanya dengan peniruan yang tak terhambat di hati – Anda akan lebih mudah mencapai kesetaraan dengan kualitas yang Anda harapkan itu”.
Pagi ini kembali saya merasa berbahagia karena telah menerima pencerahan yang Super dari Pak Mario, untuk itu saya ingin berbagi dengan Super Members poin-poin yang mencerahkan itu .
Kita perlu untuk melihat penderitaan apapun yang dialami dalam keluarga bukan sebagai sesuatu yang permanen. Kita dapat memiliki kebahagiaan dalam hidup berkeluarga.
Perkawinan dapat dianggap sebagai game, yaitu permainan yang berkelanjutan.
Unsur game dalam perkawinan ada dua aspek : a) Fun & frustating dan b) Seimbang dan bisa ditantang.
Suami dan isteri perlu saling melengkapi kekuatan. Kalau satu pihak terlalu kuat maka keadaan menjadi tidak seimbang dan dapat berhenti menjadi game. Contohnya ; isteri yang terlalu cemburu, curiga, suka mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu dan ini juga sama buruknya dengan suami yang suka memukuli isterinya.
Pribadi yang ingin mendapatkan kebahagiaan haruslah juga mau membahagiakan pasangan hidupnya. Orang yang suka menyakiti pasangan hidupnya pastilah hidup tidak berbahagia dan tidak utuh. Yang suka menista isterinya berarti menyia-nyiakan kualitas hidupnya sendiri.
Kebahagiaan yang hakiki bukanlah karena lamanya, tetapi kebahagiaan yang hak. Tidak mungkin orang akan mencapai kebahagiaan bila cara-caranya tidak baik.
Kita selain harus nrimo , juga harus mekso artinya memaksakan dan mengupayakan kebaikan karena itu merupakan tugas kita. Saat kita memilih, pilihlah kebahagiaan.
Ciri isteri yang baik : a) apakah dia memperkuat Anda ? b) apakah bicaranya nyambung / seimbang ? Pilihlah yang baik dan membahagiakan.
Cara mengatasi konflik dalam keluarga : a) hormati isteri / suami b) menyedihkan isteri / suami sama artinya dengan menyedihkan keluarga .
Kasus suami punya PIL, apa nasehat Pak Mario : a) Tidak mungkin terjadi kejadian apapun bila tidak untuk mendatangkan kebaikan. b) Kejadian yang buruk seperti ini bisa untuk kebaikan bila memandang sebagai suatu game; kekuatan haruslah seimbang. Kita punya pilihan untuk berbahagia maka jadilah pribadi yang kuat.
Keluarga dapat menjadi tidak berbahagia karena peran yang kita lakukan. Ada 8 tanda bahwa kita tidak berperan dalam kebahagiaan keluarga : 1) tidak mendengarkan dengan baik . 2) tidak berbicara dengan penuh kasih sayang. 3) merasa lebih hebat atau lebih berkuasa. 4) transactionally calculated / hitung-hitungan 5) lebih mendahulukan orang lain dari pasangan hidupnya. 6) lebih suka bersama dengan orang lain daripada dengan pasangan hidupnya. 7) tidak menghubungkan karir dengan pasangan hidup dan kebahagiaan keluarga. 8) tidak mengupayakan diri menjadi cantik / gagah .
If it is easy to say, then say it with love. Jika mudah untuk dikatakan, maka katakanlah dengan penuh kasih sayang.
Berdasarkan penelitian penyebab utama orang menjadi tidak berbahagia adalah karena orang itu tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya / ayah& ibunya. Bila Andalah orangnya maka : datang kepada orang tua dan minta ampun kepada mereka.
Cara kita mengikut Tuhan tidaklah boleh dinistai dengan kekakuan kita.
Kalau Anda telah menikah maka pastikanlah bahwa yang Anda lakukan akan berlangsung lebih lama dari hidup Anda.
Semoga sharing ini memberikan manfaat yang besar bagi kita semua agar kita dapat menikmati kebahagiaan dalam keluarga. Terima kasih banyak Pak Mario atas pelayanannya dengan pencerahan yang Super ini.
Satu hari bersama seorang guru yang anggun – lebih baik daripada seribu hari belajar sendiri. – Pepatah Jepang.

Saya mempunyai seorang figur yang saya kagumi dan hormati serta saya pelajari melalui otobiografi beliau yang diberikan kepada keluarga saya.

Beliau seorang yang santun, gaya bicaranya selalu tenang, tidak pernah meledak-ledak, selalu berpikir serius, berdisiplin tinggi, mempunyai visi yang jelas dan jauh kedepan.
Pada usia yang relatif muda (35 th) beliau telah mencapai jenjang karir tertinggi. Tetapi karena perbedaan visi maka karir Beliau dipangkas begitu saja tanpa persiapan apapun. Hari-hari Beliau yang biasanya begitu padat dengan segala aktivitasnya tiba-tiba semua sirna, yang hadir hanyalah rasa sepi yang menghimpit.

Tapi itu tidak berlangsung lama

Kebangkitan kembali

Banyak falsafah Jawa yang Beliau jadikan penyemangat untuk memulai lembaran baru.

“Sukeng tias jen denhino” artinya seseorang harus siap dan senang meski dihina. (Pak Said)

“Luwih becik dodol dawet ning biso uro-uro tinimbang numpak mobil mengkilap ning mbrebes mili” (Sosro Kartono) artinya lebih baik berjualan es dawet bisa senang daripada naik mobil mewah nan mengkilap tapi hati sedih dan menangis.

Dalam rangka melaksanakan nasihat tersebut Beliau segera merapikan seragam dinas dan menyimpannya di peti, mulai saat itu Beliau memantapkan diri sebagai rakyat biasa dan mulai belajar berbisnis.

Memang ada orang yang berhasil karena keberuntungannya; tetapi sebagian yang hampir keseluruhannya mencapai keberhasilan melalui kesungguhan (Mario Teguh)

Dengan ketekunan dan kesungguhan Beliau mulai dari awal sebagai pebisnis pada akhirnya mencapai sukses yang hampir sama dengan sukses Beliau pada jenjang karir sebelumnya.

Banyak pelajaran berharga yang saya petik dari otobiografi tersebut, kadang manakala saya merasa down baik didalam karir maupun kehidupan pribadi, saya selalu berpaling pada Beliau ; “ah saya belum apa-apa dibanding Beliau kok sudah mengeluh” ayoo semangat …….semangat.

Sampai akhir hayat Beliau tidak tahu kalau saya mengagumi dan ingin meneladaninya.

Kehidupan tidak akan melupakan Anda, bila kebaikan hati dan pikiran Anda menujukan semua tindakan Anda bagi kebahagiaan dan kesejahteraan sesama.

Tetaplah menjadi pribadi yang penting bagi kebaikan orang lain.

Seseorang yang tidak membangun kualitas pribadinya dan tidak memperhatikan kualitas dari dampaknya kepada orang lain dalam interaksi kesehariannya, adalah orang yang sedang tidak mengedepankan dirinya. Dan itu yang akan menjadikannya pribadi yang tertinggal (MTST: You are as high as your attitude)

Sahabat super terkasih, keseharian sering mendapatkan pengabaian karena sifat rutinnya, sesuatu yang pasti datang walaupun tidak ditunggu. Tetapi sebenarnya justru dalam keseharian itulah letak ujian dari cita-cita dan harapan besar kita. Sungguh besar dampak dari kualitas atau pengabaian interaksi kita dengan keseharian itu.
Apakah itu berat? Sebenarnya tidak jika kita bisa menempatkan itu sebagai dari sesuatu yang menyenangkan. Dan ternyata kualitas pribadi yang kita bangun dari keseharian itu lebih menyenangkan untuk dicapai jika kita bisa memposisikannya sebagai bagian yang menghibur. Pagi ini MT menasehatkan bahwa hal yang terbaik dalam hidup ini bebas, sebebas menjadikan peningkatan kualitas pribadi kita sebagai hiburan yang sehat.

Bila orang lain mengutamakan hanya yang menghibur, jadikanlah peningkatan kualitas pribadi Anda sebagai hiburan Anda. Tidak ada yang lebih menenangkan daripada perasaan bahwa Anda telah melakukan yang terbaik untuk menjadi pribadi yang lebih siap untuk mencapai kebintangan Anda. (MTST: Take a bow)

Perkenankanlah saya menyampaikan suatu realita dari awal perjalanan sutradara terkenal yaitu Steven Spielberg melalui buku yang saya baca dan berkenaan dengan Super Point dari Pak Mario,

“Salah satu rahasia keberhasilan yang dapat segera Anda terapkan dalam keseharian Anda – adalah memimpikan sesuatu yang besarnya hampir tidak mungkin, dan memastikan semua rencana Anda sangat sederhana sampai hampir terlaksana dengan sendirinya. (Mario Teguh)

Steven memulainya dengan mengikuti wisata ke Universal Studios, sebuah atraksi yang memungkinkan para pengunjung mengintip isi dapur studio film. Para pengunjung naik trem mengelilingi kompleks studio. Steven diam-diam turun dari tremnya dan bersembunyi di balik dua panggung sistem efek suara sampai acara tur itu usai.
Ketika dia meninggalkan kompleks studio itu, dia sengaja mengatakan beberapa patah kata kepada petugas keamanan di pintu gerbang.

Setiap hari dia mendatangi studio itu selama 3 bulan. Dia melewati gardu jaga sambil melambai kepada petugas di gerbang. Dia selalu memakai stelan parlente dan menenteng kopor, dan petugas mengira dia seorang mahasiswa yang sedang bekerja sambilan selama liburan musim panas. Dia sengaja mengobrol dan berteman dengan beberapa sutradara, penulis skrip dan editor. Dia bahkan berhasil menemukan ruang kantor yang kosong dan menggunakannya, bahkan mendaftarkan namanya di dalam direktori bangunan itu.
Dia sengaja mendekati Spielberg Sid Sheinberg, yang ketika itu merupakan kepala produksi untuk divisi televisi di studio itu. Kepadanya Steven menunjukkan demo hasil proyek film di kampusnya, yang membuat sheinberg terkesan dan mengontak pemuda itu.

Film panjang pertama yang dibuatnya The Sugarland Express berhasil mencuri perhatian para kritisi dan memenangkan penghargaan untuk kategori cerita terbaik pada festival film Cannes 1974. Sayang film itu gagal memecahkan rekor box office.

Kesempatan besar menghampirinya setahun kemudian ketika dia membaca novel berjudul “Jaws”. Mati-matian dia minta diberi kesempatan untuk menyutradarai film tersebut.
Ternyata proyek film Jaws bukan pekerjaan gampang, berbagai problem teknis dan pembengkakan biaya juga terjadi.
Namun ketika film itu dirilis pada bulan Juni 1975, film itu mendatangkan dua keberhasilan : Dia berhasil memecahkan rekor box office dan para kritisi menyukai filmnya.

Kalau diceritakan lebih lanjut mungkin terlalu panjang, tetapi pada intinya semua kita bisa berhasil dimulai dengan awal yang sederhana tetapi dengan tekad yang kuat, disertai ketekunan dan kesungguhan maka keberhasilan hanya menunggu waktu yang diberikan oleh Yang Maha Bijaksana.

“Untuk menjadi apa pun, kita membutuhkan kesungguhan untuk menjadi”
Saya sangat setuju dan sependapat dengan ungkapan di bawah ini yang Bapak berikan mengenai Dreams & Commitment, seperti juga ungkapan yang pernah saya baca dari Confusious:

” If you want something on the Star, but you reached the Moon….it’s Okey, as long you want something”.

Orang-orang yang tidak memiliki keinginan, dan yang kehidupannya tidak termotivasi oleh pencapaian keinginan-keinginan yang bernilai – akan bernafas berat di dalam kehidupan yang tidak mudah.

Keinginan Anda adalah tenaga Anda.
Bila Anda benar-benar menginginkan sesuatu,
Anda akan benar-benar bertenaga.
Tegas bisa diartikan : jelas dan terang benar; nyata.
Tegas juga bisa diterjemahkan menjadi : tentu dan pasti (tidak ragu-ragu lagi; tidak samar)
Ketegasan adalah sebuah kejelasan, kepastian; atau keterangan yang jelas (pasti)

Tegas itu tidak berarti harus kasar, keras,dan menghardik.
Tegas bisa dalam senyumanb, kelembutan dan kasih sayang.
Tegas juga bisa berarti asertif, atau berani berkata tidak.

Dari Pak Mario, ada sebuah pesan yang melekat di hati saya :

Tinggilah dalam menghargai karyawan,
Keraslah dalam menghukum

Ketika karyawan belum mengerti, lambat mengerti atau yang bodoh sekalipun
Ada cara-cara untuk mendidik dan mengajari-nya
Ada yang lambat, bisa dipekerjakan pada bidang yang tidak membutuhkan kecepatan
Ada yang cepat, ditempatkan ditempatkan yang membutuhkan kecepatan tinggi

Untuk yang tidak jujur, tidak ada istilah “trainee yang belum jujur”
Tidak ada training kejujuran.
Tegaslah…
Sampaikan dengan lemah-lembut, bahwa secara pribadi Anda sangat cinta kepadanya
Sampaikan pula bahwa aturan Yang Maha Kuasa, tidak boleh seorang pimpinan mendahului kehendaka-nya.
Menurut titah-Nya, bila seorang menjalani ketidak-jujuran, harus dihukum
Maka laksanakan hukuman, tidak dengan memaki-maki dengan kasar
Dalam hukuman itu , ada banyak pelajaran
Ada tanda-tanda orang sedang di sayang, dengan jalan diperingatkan.

Lupakan sikap-sikap atasan yang ahli sejarah itu
Pandang dia sebagai atasan, yang memang layak mendelegasikan tugas yang menantang
Fikirkan yang baik-baik saja.
Dengan memajukan para trainee, berarti memajukan diri Anda sendiri.

Ciri-ciri guru yang berhasil :

Kalimat yang disampaikan, bisa difahami dan dimengerti oleh orang bodoh sekalipun.

Bukan tidak perlu bahasa tinggi
Tapi, sesuaikan kepada siapa kita sedang berbicara

Ingat pesan Pak Mario tentang “sederhana” ?
Bukan tampilan yang harus sederhana, melainkan cara-cara menyampaikan yang harus sederhana.
Mobil mewah, sangat sederhana petunjuk pemakaiannya
Komputer canggih, semakin sederhana prosedur pengunaannya,

Dengannya,
Super trainer yang tegas dan canggih, seperti Pak Septa :
Punya cara-cara yang sederhana dalam penyampaian
Disukai, disenangi, dan disayangi
Oleh atasan dan bawahan
Banyak di do’akan oleh orang lain
Dan tak ada yang dikhawatirkan di manapun Anda berada
Karena rezeki-Nya bisa mengalir dari tempat yang tak diduga-duga sebelumnya.

Pagi yang indah ini saya merasakan sukacita yang besar menerima pencerahan dari Pak Mario yang sangat mengerti kebutuhan saya dan juga banyak rekan-rekan yaitu mengenai kekhawatiran dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya. Untuk itu saya ingin berbagi dengan rekan-rekan Super Members poin-poin yang mencerahkan itu.
Khawatir itu merupakan sistem penyelamatan diri dan keprimaan diri. Yang paling mengkhawatirkan adalah orang yang sama sekali tidak khawatir. Karena orang khawatir maka menjadi perlu melakukan persiapan-persiapan .
Apa yang menyebabkan orang yang kualitas hidupnya buruk tetapi tidak khawatir ? a) orang yang cerdas tetapi salah mengerti b) orang yang kepantasan mentalnya tidak lengkap / mati rasa.
Bagaimana menghadapi suami yang bersikap tidak hormat dan bahkan menghasut saudara-saudaranya untuk tidak hormat pada orang tuanya sendiri ? Orang tua bisa saja berbuat salah, tetapi hal itu tidak menghapus kewajiban sang anak untuk tetap menghormati orang tuanya. Kualitas hidup seseorang tergantung kecintaannya pada orang tuanya. Jangan meninggalkan orang yang salah padahal ia sedang butuh bantuan untuk memperbaiki dirinya. Berikan nasehat yang dibutuhkannya dan itu dapat dengan mengajaknya mendengarkan program-program MT.
Bagaimana bila kita memiliki sifat yang tidak sabar melihat orang lain yang lambat ? Tiap orang memiliki kecepatannya sendiri-sendiri dan juga memiliki toleransi yang berbeda. Hendaklah diingat bahwa tidak semua yang cepat itu baik dan semua yang lambat itu buruk.
Bagaimana kita memandang apakah sesuatu itu manusiawi / tidak ? Manusiawi itu bisa dimulai dari yang rendah dan ini yang sering dijadikan alasan seseorang untuk minta dimaklumi kesalahannya dan juga bisa manusiawi yang tinggi yang dilakukan oleh nabi dan rasul. Baiknya kita memandang manusiawi dari yang tinggi.
Bagaimana menghadapi saudara yang menjadi parasitic / menyadap income orang lain ? Harus ada orang yang berani asertif / terbuka dan tegas yang menjelaskan padanya bahwa yang dilakukan itu tidak baik, karena walaupun banyak yang membantu / disadapnya ; hidupnya tidak akan pernah baik. Hal ini perlu dilakukan karena kalau tidak dilakukan akan tidak baik dampaknya bagi orang lain.
Apa beda kekhawatiran dan ketakutan ? Khawatir itu lebih rendah kadarnya dari ketakutan.
Bagaimana nasehat Pak Mario mengenai kekhawatiran mengenai masa depan anak-anak dengan terbatasnya pendapatan ? Bukan kebesaran bisnis dan gaji yang membuat kedamaian dalam keluarga . Sebagai orang tua perlu memberikan ajaran-ajaran yang baik, mendidikkan harapan kepada anak-anaknya. Miliki pengertian dalam diri ini bahwa kita dapat mencapai keberhasilan dari keadaan apapun.
Kepasrahan haruslah dilakukan setelah kita membuat rencana dengan baik, teliti , melakukan dengan sehebat-hebatnya tindakan. Tugas kita bukanlah untuk berhasil, tetapi untuk berupaya. Keberhasilan adalah pemberian Tuhan kepada yang telah sungguh-sunguh berupaya.
Nasehat yang mengatakan segala sesuatunya adalah ok ( everything will be ok ) adalah nasehat yang sembarangan karena hanya dengan perilaku yang baiklah maka segalanya akan menjadi baik.
Bagaimana dengan perasaan bersalah yang terus menerus karena telah menyebabkan sang adik menderita sakit karena kecelakaan ? Perasaan bersalah diberikan Tuhan kepada kita agar kita dapat menjadi lebih baik.
Bagaimana dengan orang yang telah mendustai pasangan hidupnya ? Pertanyaannya adalah : Are you happy ? How is life treating you ? Jadi bertobatlah, akui kesalahan dan terima konsekwensinya setelah itu hidup yang benar.
Bagaimana bila mempunyai sifat tidak tegaan ? Ambil sifat-sifat Tuhan; Dia Maha Penyayang, tetapi juga Tegas. Kita harus sangat penyayang tetapi saat menghukum harus sangat tegas agar disegani . Rakyat tidak suka kepada pemimpin yang seharusnya berwenang untuk menindak penyelewengan tetapi tidak bersikap tegas.
Berikut ini ada 7 langkah yang perlu dilakukan agar kita dapat mengambil keuntungan dari khawatir :
Mengerti tentang sifat-sifat kekhawatiran.
Kembangkan kebiasaan bicara yang baik dengan diri Anda sendiri ( constructive self talk).
Hindarilah toxic worrying (rasa khawatir yang beracun) karena akan meracuni bukan hanya diri sendiri tetapi juga orang lain.
Kenali dan gantilah pikiran-pikiran yang menghasilkan toxic worrying itu.
Kembangkan hubungan yang saling mendukung dengan pihak lain.
Aktiflah adalam penyelesaian proyek-proyek Anda.
Berdoalah bukan untuk dikuranginya beban Anda, tetapi untuk diberikan tambahan kekuatan / tenaga untuk mengerjakan tugas-tugas yang kita rasakan berat.
Sepertinya kok tidak mudah untuk bisa secara jujur manusia memilah . . . ini sifat lemahku/burukku dan ini sifat kuatku/baikku.”
Kalau seorang manusia tidak mudah untuk bisa secara jujur memilah sesuatu, mungkin yang tidak mudah itu bukan memilahnya, tetapi secara jujur-nya. Bisa jadi selama ini ia tidak jujur dalam memilah banyak hal. Ia sudah tahu ada hal yang seharusnya dilakukan, tetapi tidak dilakukannya. Dan ia sudah tahu ada hal yang seharusnya tidak dilakukan, tetapi dilakukannya. Ada hal yang baik yang tidak dia lakukan karena ia mendahulukan nafsunya. Ada hal buruk yang tetap dia kerjakan karena mengikuti kesenangannya. Pak Mario Teguh berpesan di dalam Jawaban Final Discourse pada tanggal 13 Juni 2007 yang lalu:
Ada dua hal utama yang dilakukan orang untuk menyabotase pertumbuhannya sendiri, yaitu:

1. Melakukan yang seharusnya tidak dilakukannya.

2. Tidak melakukan yang seharusnya dilakukannya.
Berhubungan langsung dengan kalimat Pak Ontot selanjutnya:
Terbukti tidak sedikit orang tidak menyadari bahwa dirinyalah yang salah,
Pak Mario memberi nasihat sebagai berikut:
Dengan melakukan yang seharusnya tidak kita lakukan,
dan
tidak melakukan yang seharusnya kita lakukan,
kita mendapatkan kesulitan
yang seharusnya tidak kita dapatkan.

Dengannya,
sebetulnya kita menjadi pengundang masalah
dan kesulitan kedalam kehidupan kita sendiri.
Mario TeguhJawaban Final Discourse pada tanggal 13 Juni 2007
Pantas saja tidak sedikit orang yang tidak menyadari bahwa diri sendirinyalah yang mengundang masalah, karena ia tidak jujur dalam melakukan yang seharusnya, dan tidak jujur dalam menghindari yang seharusnya tidak dilakukannya. Karena itulah, ungkapan
malah menyalahkan orang lain.
adalah ke-tidak-jujuran yang mereka lakukan, yang merupakan lanjutan dari ketidak-jujurannya sebelumnya, dengan mencari kambing hitam di atas ke-tidak-jujuran bahwa dirinya-lah yang bertanggung jawab atas datangnya masalah yang menimpanya. Pak Ontot yang baik,Bapak sangat benar, bahwa:
Lalu ada yang berpendapat bahwa . . . ketika mata hati tertutup, maka orang tidak lagi tahu mana salah mana benar.”
Ketika mata hati tertutup, orang tidak lagi bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar. Meskipun mereka tahu mana yang salah dan mana yang benar, mereka tidak lagi bisa melihatnya, karena mata hati mereka tertutup. Pak Mario Teguh berpesan:
Hati yang jujur, menghasilkan tindakan-tindakan yang jujur(Mario Teguh, Honesty, is such a lonely word)
Pak Ontot yang baik, semoga bermanfaat.Terima kasih dan salam super,Ferry Zuljanna, SM 0230Senior Editor MTSuperClub 0811-222-839 Information Mapper
Pada tanggal 19/11/07, Ontot Murwanto <ont@telkom.co. id> menulis:
Dearest Ibu Lina, Pak mario dan sahabat Super Members yang berbahagia.

Teriring doa semoga email ini menyertai kita, keluarga MTSC dalam kesehatan yang prima dan penuh kedamaian, mengawali minggu yang penuh harapan ini.

Setelah saya mengikuti GMG 3000 kemarin, ijinkan saya menyampaikan beberapa catatan berikut ini;

1. Pertama saya sampaikan terima kasih kepada Pak Mario atas perhatiannya.
Pak Mario yang hebat, terus terang ketika kita berjabat tangan, kemudian Bapak sepontan mengatakan ” hay . . .ini pak Ontot ! . . kalau begitu sekali lagi kita salaman . . .”, wah saya senang sekali. Betapa tidak, kalau saya, kita yang mengenal pak Mario itu biasa !. Tapi kali ini Pak Mario yang mengenal saya, padahal hanya beberapa kali saya berkenalan lewat radio itupun sudah cukup lama.

2. Kedua saya sampaikan kagum untuk Ibu Lina.
Ibu Lina yang mengagumkan, . . .sungguh diluar bayangan saya sebelumnya, bahwa Ibu Lina ternyata begitu ” Super”. SELAMAT untuk Bapak Mario. mendapatkan Garwo yang Super!!!.

3. Untuk Sahabat MTSM
Jujur saya katakan, dengan menghadiri GMG tersebut menambah semangat dan kebahagiaan saya. Tidak hanya berkesempatan bertegur sapa dengan SM yang selama ini saling kenal di milis tetapi juga saya dikejutkan dengan sapaan SM yang ternyata 10 th lalau adalah rekan kerja, . .Iya kan Rachmawati ?? wah . . . pak Ontot senang anda sekarang menjadi pribadi sukses ,super . . . .!.

Lalu dengan hangatnya saya berjabat tangan dengan mbak Rani yang selama ini akrab di Udara, Lebih rame lagi dengan Mas Aldi . . . ayo mas, kita realisasi gagasan kemaren !!!.

Terima Kasih pak Adi Prakoso, . . .sapa hangat anda menjadikan saya berbahagia selaksa ketemu adik kandung yang 30 Th baru pulang dari LN.

Mana Ibu Lisa ????
Karena istri saya memilih menemani anak bungsu menghadiri suatu acara, sepulang saya dari GMG istri saya bertanya,; Mas, apakah ketemu juga dengan Ibu Lisa ?, . .. tidak jawab saya. . . . rupanya istri saya terkesan dengan khas ibu Lisa dalam mengajukan pertanyaan, komentar atau pendapat ketika mengikuti acara MTOF di Radio. Semoga Ibu Lisa senantiasa damai dalam lindunganNya.

Sahabat MTSM yang super, ijinkan saya minta bantuan . . . .,

Dalam presentasinya MT menasehatkan kepada kita bahwa . . .UNTUK MENJADI PRIBADI SUPER, KEKUATAN KITA HARUS MENGALAHKAN KELEMAHAN KITA.

Kita sepakat, karena kehendak Beliau yang maha kreatif dijadikanlah sifat positif dan negatif, baik dan buruk pada diri setiap manusia. Seperti juga Guru kita ( MT) jelaskan bahwa . . . .kita menuju ke hal yang “PUTIH” . . .yang maknanya adanya kebenaran (B).

Sepertinya kok tidak mudah untuk bisa secara jujur manusia memilah . . .ini sifat lemah/burukku dan ini sifat kuat/ baikku . .Terbukti tidak sedikit Orang tidak menyadari bahwa dirinyalah yang salah, malah menyalahkan orang lain.Lalau ada yang berpendapat bahwa . . .ketika mata hati tertutup, maka orang tidak lagi tau mana salah mana benar.

Semoga MTSM berkenan membagi kebaikan kepada saya, BAGAIMANA KITA MAMPU MENGIDENTIFIKASI KELEMAHAN DAN KEKUATAN KITA, DAN BAGAIMANA TIPS “MENGALAHKAN KELEMAHAN” sehingga yang DOMINAN adalah KEKUATAN/ KEBAIKAN.

Dari beberapa buku, artikel, cerita yang pernah saya ketahui tentang keberhasilan – ternyata banyaknya satuan waktu yang dibutuhkan untuk berhasil tidak ada yang sama, dan paling tidak hampir tidak pernah ada yang bisa mendefinisikan dengan tepat.Ada orang yang yakin bahwa untuk menjadi berhasil menjadi pebisnis adalah yang mau bekerja 16 jam sehari, bukan 8 jam sehari seperti pegawai kantor. Ada yang mengatakan, untuk berhasil kita harus bekerja lebih lama 1 jam daripada pesaing kita. Ada pula sebuah toko yang berhasil bertahan puluhan tahun, karena pemiliknya secara konsisten mempertahankan jadwal buka tokonya, yaitu buka jam 6 pagi dan tutup jam 8 malam, setiap hari tanpa kecuali.Saya berhasil bangun pagi setiap hari kerja, lalu mandi, berpakaian dalam waktu 30 menitSaya berhasil mencapai kantor dalam waktu 50-75 menitSaya berhasil makan siang hanya dalam waktu 20 menitSaya berhasil bermain bersama anak saya, selama 1.5 jamSaya sering berhasil tidur sebelum jam 2 malam dan bangun sebelum jam 6 pagiAkhirnya malam minggu lalu, saya berhasil makan di Rawon Setan di Surabaya.Sepanjang waktu kita berisi titik-titik yang dapat disebut titik keberhasilan. ..Pak Mario yang saya kagumi,Saya menyimpulkan waktu yang dibutuhkan kita untuk berhasil adalah :
24 jam sehari, 7 hari seminggu
Rata-rata manusia meninggal dunia antara usia 60 thn-70thn (mayoritas)Pukul rata manusia meninggal ± 65 th, beruntung yg diberikan umur panjang dan dimanfaatkan sisa umurnya.Baligh: usia dimana orang mulai dewasa / dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk selama hidup di dunia?Laki-laki Baligh ± 15 tahunWanita Baligh ± 12 tahunUsia Yang tersisa untuk kita manfaatkan kepada Tuhan dan keluarga kita pukul rata dengan rumus:MATI-BALIGH= sisa USIA ?????..65-15= 50 tahunLalu 50 tahun ini digunakan untuk apa saja ?Flowchart: Multidocument: Catatan: 50 tahun=12 jam siang hari12 jam malam hari24 jam satuharisatumalamMari kita telaah bersama.Waktu kita tidur ± 8 jam/hariDalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18250 hari x 8 jam= 146000 jam=16 tahun, 7 bulan??di bulatkan jadi 17 tahunLogikanya : Alangkah sayangnya waktu 17 tahun habis di gunakan untuk tidur, padahal kita akan tertidur dari dunia untuk selamanya?Catatan: Yang lebih bermasalah lagi bagi mereka yang tumor alias tukang molor, bisa jadi 12 jam/hari =25 tahun habis tertidur!!! Hati-hati dengan penyakit TUMOR?Waktu aktivitas kita di siang hari ± 12 jamDalam 50 tahun waktu yang habis dipakai aktivitas:18250 hari x12 jam=219000 jam= 25 tahunAktivitas disiang hari : Ada yang bekerja, atau bercinta, ada yang belajar atau mengajar, ada yang sekolah atau kuliah, ada yang makan sambil jalan-jalan, ada pula yang gambling sambil maling?dan masih banyak lagi aktivitas lainnya yang tak pernah bisa disamaratakan satu dengan yang lain??..Waktu aktivitas santai atau rilexsasi ± 4 jamDalam 50 tahun waktu yang dipakai rileksasi 18250 hari x 4 jam= 73000 jam = 8 tahunRealisasi rileksasi: biasanya nonton tv sambil minum kopi, ada pula yang belajar mati-matian/ bikin contekan habis-habisan buat ujian, atau mungkin dihabiskan termenung di buai khayalan??17 tahun + 25 tahun + 8 tahun = 50 tahun Plus plos/ BalanceTidur??Ngelembur? NganggurLalu kapan waktu yang dibutuhkan untuk menuju sukses ?Padahal manusia diciptakan-Nya tiada lain dan tiada bukan untuk semua dan segalanya hanyalah berbuat baik dan menjadi manusia besar kepada-Nya yaitu tuhan yang menciptakan waktu, karena satu hal yang pasti kita akan kembali ke padanya(tuhan) .Maut datang menjemput tak pernah bersahutMalaikat datang menuntut untuk merenggutManusia tak kuasa untuk berbicaraTuhan Maha Kuasa atas syurga dan Neraka?Memang benar! kuliah itu ibadah, kalau niat kuliahnya untuk ibadah, lha wong kita mah kuliah mau nyari ijazah, bakal nanti bekerja agar mudah mencari nafkah?Memang benar ! Bekerja cari nafkah itu ibadah, tapi bekerja yang bagaimana? Orang kita bekerja sikut sanah sikut sinih, banting tulang banting orang, tujuan utamanya cari uang buat beli barang-barang biar dipandang orang-orang? ..jarang orang menolak untuk di puji dan di puja tatkala mereka berjaya ?Pernah kita membaca bismillah saat hendak berangkat kuliah tapi sayang hanya sekedar pernah?Pernah kita berniat mulia saat hendak mencari nafkah, tapi semuanya terlupa ketika melihat gemerlapnya dunia.Lalu kapan memperhitungkan dan memanfaatkan waktunya untuk mengabdi?Oh mungkin saat beribadah kepada tuhan itu dianggap cukup ?!Karena kita pikir; beribasah begitu besar pahalanya, beribasah amalan yang dihisab paling pertama, beribadah/berdoa jalan untuk membuka pintu syurga???Kenapa kita harus cukup kalau ibadah kita hanyalah kita !Berapa ibadah kita dalam 50 tahun ?1x ibadah = ± 10 menit ?..5x berdoa ± 1 jamDalam waktu 50 tahun waktu yang terpakai sholat(bagi yang beragama islam)=18250 hari x I jam =18250 jam= 2 tahunini dengan asumsi semua sholat kita diterima oleh tuhan kita.Kesimpulan: waktu yang kita manfaatkan dalam 50 tahun di dunia cuma 2 tahun untuk sholat????2 tahun dari 50 tahun kesempatan kita?.itupun belum tentu sholat kita bermakna berpahala dan di terima..Dan sekiranya sholat kita selama 2 tahun berpahala rasa-rasanya tidak sebanding dengan perbuatan dosa-dosa kita selama 50 tahun; dalam ucap kata kita yang selalu dusta, baik yang terasa maupun yang di sengaja, dalam ucap kata kita yang selalu cerca terhadap orangtua, dalam harta kaya kita yang selalu kikir terhadap orang faqir, dalam setiap laku langkah kita yang selalu bergelimang dosa.Logika dari logikanya:Bukan satu yang tidak mungkin kita umat di akhir jaman akan berhamburan di neraka untuk mendapatkan balasan kelalaian.Terlalu banyak waktu yang terbuang percuma selama manusia hidup di dunia dan semuanya itu akan menjadi bencana.email dari afriyan firdausPosted by y3dips at 11:27 PM jadi kesimpulan jawaban dari Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan?Solusi:Tiada kata terlambat walaupun waktu bergulir cepat, isilah dengan sesuatu apa yang bermanfaat . Jangan di tunda-tunda lagi?Ingat waktu sangat cepat jika tidak mengikuti waktu maka maut akan datang kepada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. sukses dalam hidup adalah tujuan kita yang terakhir ! Apakah kita siap menggunakan waktu sekarang ? maka waktu yang tepat untuk kita butuhkan adalah hari ini tanpa adanya lalai,malas, egoiswaktu yang ikhlas lah yang disebut sukseskarena menghadapi 1 hari dengan ikhlas maka akan mendapatkan waktu yang sukses sepanjang hidupnya.

WHAT IS THE EXACT TIME NEEDED TO SUCCEED?
Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan?

Apakah yang dimaksud dengan keberhasilan itu ?

Keberhasilan pribadi yang pertamaadalah keberhasilan menjadi pribadi yang utuh
(MT – Jawaban Final Discourse 17 Juli 2007)

Apakah yang dibutuhkan oleh sebuah keberhasilan ?

Keberhasilan membutuhkan kesungguhan – bukan hanya kesungguhan – tetapi kesungguhan untuk menjadi pribadi yang utuh; yang menjadi pembayar biaya utama untuk mencapai impian (MT).

Jadi….

Banyaknya waktu yang dibutuhkan, setepat-tepatnya, adalah sebanyak waktu yang digunakan (kita habiskan) untuk mendatangkan (atau memunculkan) pembayar biaya utamanya (waktu yang dibutuhkan adalah sepanjang perjuangan kita untuk menjadi pribadi yang utuh).

WHAT IS THE EXACT TIME NEEDED TO SUCCEED? Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan?Jawaban saya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan itu adalah 100%.Alasannya, ijinkan saya mengutip penggalan discourse Pak Mario berikut ini.( Lalu, mengapakah kira-kira Tuhan menggunakan kata-kata: “Demi masa …”?
Waktu itu penting, karena hidup ini diukur dalam penggalan waktu, dan bahwa nilai kehidupan kita ditentukan oleh nilai yang kita bangun di dalam penggalan-penggalan waktu dalam kehidupan kita.
Tetapi akan ada saja pribadi yang sebetulnya masih membutuhkan banyak pertolongan – tetapi yang menyia-nyiakan waktu. Bila Tuhan sendiri demikian menghormati waktu, kira-kira sepenting apakah yang dia pikirkan dirinya itu – sehingga dia bisa merasa lebih berkuasa untuk mengabaikan waktu?
Waktu tidak berjalan sama cepatnya bagi setiap orang.
Bagi orang yang menyia-nyiakan waktu – waktu berjalan lambat. Tetapi yang sedikit disadari orang adalah kenyataan bahwa waktu yang berjalan lambat itu adalah waktu yang pendek – yang menghasilkan sedikit.
Bagi Anda yang menghargai waktu – waktu berjalan cepat. Dan, yang harus Anda syukuri adalah keajaiban bahwa waktu yang berjalan cepat itu adalah waktu yang panjang – yang menghasilkan banyak.
Itu sebabnya, dua orang yang memiliki penghormatan yang berbeda terhadap waktu – akan bertemu pada usia yang sama, tetapi saling memandang kepada satu sama lain dari ketinggian yang berbeda.
Bila Tuhan berkenan, Beliau akan menjadikan kita apa pun yang kita mohonkan dari Beliau.
Sebetulnya apa pun yang kita kerjakan atau yang tidak kita kerjakan – tidak membatasi kewenangan Tuhan untuk menjadikan kita sebagai apa pun yang kita idamkan.
Tetapi, Tuhan telah menetapkan bahwa dia yang berupaya bagi kebaikan hidupnya – berhak bagi peningkatan kualitas hidup. Beliau Maha Menepati Janji, karena bahkan orang-orang yang mengupayakan kekayaan dengan cara-cara yang tidak direstui Tuhan pun – akan diijinkan-Nya berhasil, meskipun hanya untuk masa yang terukur.
Jadi, bukan pekerjaannya saja yang penting, tetapi terutama niatan dan kualitas dari pengerjaannya yang harus mengundang perkenan Tuhan. – Mario Teguh Live Discourse; Mengundang Campur Tangan Tuhan).

Exactly?

Hm…. agak sulit, maybe about 10 seconds, right after waking up, still lying down in bed, in the morning. I say: “Dearest God, help me succeed only in good things I will do today” – close my eyes and say “Bismillah – with your name, dear God, I am starting my day”

Setelah itu bangun, stretching, sholat subuh, mandi dll…. sebelum berangkat, saya bilang “Tuhan, jangan lupa lho ya…. saya minta dibantu hari ini…”

Reason behind it: a simple thought that I will not succeed without making decision to succeed….and decision to believe that God is there with me, no matter what.

Kita hidup di dunia ini adalah untuk melangsungkan hidup dengan mencapai kecemerlangan kualitas kehidupan.Seorang Atlit kelas dunia tidak lah bekerja keras berlatih untuk mengalahkan orang lain, dia bekerja keras untuk mencapai kualitas – kualitas yang belum pernah dicapainya. (MT)Nah dari kalimat diatas dapat saya ambil kesimpulan bahwa keberhasilan seseorang sangatlah tergantung dari diri pribadi, sejauh mana kita mau mengupayakan dengan mengejar kualitas yang belum pernah kita capai.
WHAT IS THE EXACT TIME NEEDED TO SUCCEED?
Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan?
Karena itu saya mengambil kesimpulan dari jawaban pertanyaan quiz adalah sebagai berikut:Waktu yang tepat yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan adalah :60 detik X 60 Menit X 24 Jam = 86.400 detik per hari7 Hari X 52 Minggu = 364 Hari setahunMengingat keberhasilan dapat datang setiap saat, pada saat kita siap, maka saya menyimpulkan jawabannya adalah seperti tersbut diatas.Namun semuanya adalah tergantung dari kesiapan kita dan kerja keras kita dengan melakukan yang terbaik dari apapun yang sedang kita lakukan dan kita untuk SIAP menerima keberhasilan, karena kita akan mendapatkan yang terbaik dari hasil yang telah kita kerjakan.

Karena waktu yang disedikan bagi setiap kita adalah sama, maka banyaknya waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan adalah dalam jumlah yang sama dengan upaya kita untuk mencapai keberhasilan itu, dan itu berarti setiap urutan waktu adalah waktu yang tepat untuk mencapai keberhasilan.

dan karena waktu tidak akan perduli dengan kita; maka – bila kita merasa belum mencapai sebuah keberhasilan, ketepatan cara dan peningkatan upayanya adalah mutlak yang harus kita perbaiki.

Berapa banyakkah – tepatnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan ?

Jawaban yang bisa saya sampaikan adalah satu waktu.

Keberhasilan adalah universal pengertiannya, dan masing masing individu mempunyai kriteria keberhasilan berdasarkan kepada targetnya masing masing, karenanya untuk mencapai keberhasilan akan membutuhkan waktu, apakah ia melakukan atau tidak, memulai atau menunda kedua duanya menggunakan waktu tetapi hanya satu yang memiliki kesempatan untuk berhasil (MT-Why Not Now ?) sehingga berapa banyak waktu yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan itu tergantung kepada keberhasilan individu itu mencapai target targetnya, dan hanya satu yang memiliki kesempatan berhasil.

Keberhasilan selalu dihubungkan dengan nilai kebaikan dan nilai positif, sebesar apa itu nilai kebaikan dan arahnya menuju positif akan dinyatakan berhasil dan waktunya tentunya relatif terhadap pencapaian itu, karena tugas kita bukanlah untuk berhasil, tugas kita untuk mencoba dan dalam mencoba itulah, ada kesempatan berhasil (MT- Five star mistakes) sehingga banyak – banyaklah untuk mencoba.
WHAT IS THE EXACT TIME NEEDED TO SUCCEED?
Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ijinkan saya menuliskan directional question atas pertanyaan MT Quiz tersebut.

– Apa yang disebut dengan keberhasilan?
Keberhasilan adalah mencapai atau mendapatkan yang menjadi impian hati.

– Bagaimana caranya mencapai keberhasilan?
Keberhasilan bisa dicapai dengan tiga hal : pertama adalah dimulai, sebab tanpa dimulai maka pekerjaan apapun tidak akan pernah selesai. Pepatah mengatakan, bahwa seribu langkah harus dimulai oleh langkah yang pertama. Yang kedua adalah kerja keras, tidak cukup kerja cerdas. Sebab orang yang bekerja cerdaspun akan diharuskan dengan bekerja keras dalam mencapai impiannya. Dan yang ketiga adalah jadikan diri ini penting bagi orang lain. Sebab tidak ada keberhasilan tanpa melibatkan orang lain.

– Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan?
Jika cara-cara yang dilakukan sudah tepat, maka keberhasilan adalah hak. Jadi semakin tepat melakukan cara mencapai keberhasilan, maka semakin cepat keberhasilan itu dicapai.

Mudah-mudahan jawaba saya ini menjadi penjelas bagi saya dalam mencapai impian-impian hati

Menurut saya, adalah hal yang musykil untuk menjadikan waktu sebagai hal yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan, karena pada sisi yang sama, terdapat pertanyaan Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk tercapainya kegagalan?

Keberhasilan, seyogyanya tidak membutuhkan waktu karena kegagalan juga tidak dikarenakan tiadanya waktu.

Keberhasilan bukanlah fungsi waktu, melainkan fungsi dari upaya baik dan kesungguhan.
Kesungguhan itu bentuk terlihat dari motivasi yang kuat.
Hanya orang yang memiliki motivasi kuat yang mampu bersungguh-sungguh.

Semakin banyak dan berkualitas upaya baik serta kokohnya karang kesungguhan, maka keberhasilan itu demikian banyak, dekat dan nyata – yang kemudian membentuk perjalanan hidup yang dikenal orang sebagai sebuah pribadi yang berhasil.

Bagi seorang bayi yang meninggal 1 jam setelah proses kelahiran, dia hanya memenuhi jam waktu untuk keberhasilannya.
Bagi seorang anak berumur 2 tahun, dia hanya memenuhi 2 tahun waktu untuk keberhasilannya.
Bagi seorang manusia terbaik, beliau hanya memenuhi 63 tahun untuk keberhasilannya.
Bagi seorang koruptor yang telah ditembak mati di China, dia memenuhi waktu hidupnya untuk sebuah kegagalan.

Berapa banyakkah? Tidak banyak, bahkan sebenarnya tidak ada.

Terima kasih atas kesempatan berbagi pengertian sederhana, di ruang keluarga yang super ini.

WHAT IS THE EXACT TIME NEEDED TO SUCCEED?
Berapa banyakkah – tepatnya, waktu yang kita butuhkan untuk mencapai keberhasilan?

Untuk mencapai Keberhasilan waktu yang kita butuhkan tidak terbatas.

Keberhasilan datang dari kejelasan dan pelaksanaan prima dari fundamental- fumdamental keberhasilan.
( MT- The Rules of Fundamentals)

Untuk mencapai keberhasilan kita sendiri yang menentukan kapan dan berapa lama kita bisa mencapainya.

Anda – adalah alasan bagi keberhasilan Anda.
(MT- We Live To Become)

Keberhasilan tidak tergantung kepada – atau ditentukan oleh lingkungan Anda dan tidak juga oleh tingkat pendidikan, bukan oleh ketersedian modal, dan yang pasti bukan karena nasib yang diramalkan oleh orang lain.
Anda adalah alasan bagi keberhasilan Anda sendiri; maka pastikan bahwa Anda memusatkan perhatian Anda kepada diri sendiri. Anda tidak akan menjadi baik bagi siapapun, bila Anda tidak baik bagi diri Anda sendiri.
Sebuah jalan yang menuju kkota tujuan Anda-hanya menuju ke kota itu, tetapi tidak akan membawa dan mengantarkan Anda kegerbang kota itu. Anda harus membawa diri Anda sendiri.
Sehingga, dari semua tuntunan untuk mencapai kecermelangan hidup yang paling utama adalah tuntunan untuk menjadikan diri Anda sebagai penyebab bagi keberhasilan Anda sendiri

Keberhasilan pribadi yang pertama
adalah keberhasilan menjadi pribadi yang utuh
(MT – Jawaban Final Discourse 17 Juli 2007)

Keberhasilan membutuhkan kesungguhan – bukan hanya kesungguhan – tetapi kesungguhan untuk menjadi pribadi yang utuh; yang menjadi pembayar biaya utama untuk mencapai impian (MT).

Sebuah pertanyaan yang menurut saya, sangat relatif (berbeda) untukmasing-masing individu. Keberhasilan adalah sebuah proses, bukan hasilakhir dari suatu kondisi. Oleh karena itu, keberhasilan adalah suatuhal yang bisa membutuhkan waktu seumur hidup untuk mencapainya, karenahidup adalah suatu proses keberhasilan itu sendiri.Berikut saya kutipkan sms yang sangat super yang pernah saya terimadari salah seorang rekan saya, yang sekiranya bisa mewakili untukmenjawab pertanyaan guru kita.Jalan menuju bahagia dan sukses tidak selalu lurus,ada tikungan bernama kegagalan,ada bundaran bernama kebingungan,ada tanjakan bernama teman,lampu merah bernama musuh,lampu kuning bernama keluarga.Engkau akan mengalami ban kempes dan pecah ban, itulah HIDUPtapi jika engkau membawa ban serep bernama TEKAD,mesin bernama KETEKUNAN,asuransi bernama IMAN,dan mempercayakan kemudi kepada TUHAN,sampailah di daerah yang disebut SUKSES.

MENGUPAS UN DAN US DI SMP

MENGUPAS UN DAN US DI SMP
(Upaya siswa, guru dan orang tua sebagai komunitas sekolah untuk turut bertanggung jawab dalam meningkatan mutu pembelajaran di sekolah)

Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (US) merupakan suatu rangkaian tes dari sistem penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan sekolah. Pentingnya UN dalam proses evaluasi belajar tidak diragukan lagi. Tetapi penentuan standar nilai minimal UN (4,25) sebaiknya tidak disamakan secara nasional. Banyaknya musibah yang terjadi di berbagai daerah, sekolah yang roboh akibat gempa dan bencana alam lainnya, harus membuat pemerintah berpikir untuk tidak menyamakan standar kelulusan UN. UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan US adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi siswa pada akhir pendidikan SMP sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang ditetapkan secara nasional.
Tujuan diadakan UN di Indonesia sangat bagus yaitu untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sayangnya tujuan yang mulia ini, di salah gunakan oleh oknum-oknum yang kurang bertanggung jawab yang akhirnya menimbulkan ketidak adilan.
Adanya UN digunakan untuk melanggengkan bisnis di bidang pendidikan. Padahal kegunaan UN adalah sebagai salah satu pertimbangan untuk : (1) Pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan ; (2) Seleksi masuk jenjang pendidikan siswa berikutnya ; (3) Penentuan kelulusan siswa dari suatu satuan pendidikan ; (4) Akreditasi satuan pendidikan ; (5) Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Hancurkan ketidak adilan
Sebagai guru, penulis menemukan ketidak adilan. Sekolah yang melakukan proses pendidikan dari mulai perencanaan sampai dengan evaluasi nampaknya sudah tidak lagi punya gigi. Adanya UN membuat bimbingan belajar bermunculan dengan brosur dan poster menggiurkan. Mereka mengklaim bahwa berkat bimbingan merekalah seorang siswa masuk sekolah favorit dan mendapat nilai 10 (sempurna). Peran sekolah terasa terabaikan. Bimbingan belajar yang cuma sebentar lebih dipercaya masyarakat ketimbang sekolah yang memproses belajarnya selama 3 tahun. Akhirnya, bimbingan belajar pun menjamur tak terbendung.
Selain itu, pemerintah nampaknya hanya memikirkan 3 mata pelajaran saja (Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris). Jadilah ketiga pelajaran ini primadona dan pelajaran lain seolah-olah terlupakan. Di sisi lain, siswa menganggap bahwa US (IPA, IPS, PLKJ, AGAMA, KN, dan TIK) jauh lebih berat daripada UN. Mengapa ? Karena siswa merasa UN dipersiapkan lebih matang oleh sekolah dengan adanya pendalaman materi atau driliing, sedangkan US yang standar kelulusan setiap mata pelajarannya 6,0 hanya dipersiapkan seadanya saja. Sekolah agaknya lebih mementingkan nilai UN daripada nilai US. Sekolah beranggapan bahwa UN harus lebih fokus dari US, karena menyangkut kredibilitas dan prestise sekolah.
UN dan US adalah dua sisi uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Namun kenyataannya, di mata pemerintah 3 nilai mata pelajaran yang di UN kan lebih diutamakan daripada nilai pelajaran lainnya. Rata-rata nilai UN seolah menjadi gengsi tersendiri bagi sebuah sekolah. Sekolah akan bangga bila ternyata menempati peringkat 10 besar tingkat nasional. Media masa pun berebut untuk mempublikasikan sekolah itu. Seolah-olah bagusnya sebuah sekolah hanya ditentukan oleh ketiga pelajaran yang di UN-kan saja. Bahkan, jumlah ketiga nilai pelajaran ini pun telah menjadi syarat mutlak untuk memasuki sekolah SMA negeri favorit, tanpa harus di tes ulang lagi dengan alasan efisiensi anggaran.
Sebagai guru saya setuju adanya UN, tetapi caranya harus lebih diperbaiki. Beberapa kecurangan UN yang terjadi, itu disebabkan karena sekolah merasa takut ada siswanya yang tidak lulus. Tak perlu ada peringkat, sehingga sekolah-sekolah yang berada dalam posisi bawah tidak merasa dikerdilkan. Cukup dengan penulisan nama abjad sekolah dari A sampai Z.
Pemerintah bekerjasama dengan media masa harus menghilangkan image bahwa sekolah yang bagus bukan teletak pada hasil UN yang bagus di sekolah tersebut. Kalau image ini dapat dihilangkan, dan masyarakat sudah mampu menilai bagus tidaknya sebuah sekolah, pastilah citra sebuah sekolah tidak lagi pada hasil nilai UN, tetapi pada kredibilitas sekolah di masyarakat yang merasa terpuaskan dengan pelayanan di sekolah itu. Sekolah yang bagus lebih terletak pada dedikasi dan komitmen para gurunya, kedisiplinan dan motivasi belajar siswa, serta peran serta orang tua siswa di dalam memajukan mutu pendidikan di sekolah itu. Ketiga komponen itu (guru, siswa, dan orang tua) harus menyatu dalam sebuah komunitas sekolah yang saling mendukung, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan UN dan US.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang disusun sesuai ketentuan yang diatur dalam Permendiknas Nomor 23 tahun 2006. Artinya sekolah harus sudah mensosialisasikan SKL yang harus dkuasai siswa dalam UN dan US jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan ujian. Sosilaisasi itu penting agar siswa, guru dan orang tua fokus terhadap tujuan penyelenggaran UN dan US.
Sekolah-sekolah yang mempunyai dana cukup besar dapat melakukan proses drilling atau pendalaman materi yang di UN-kan. Dengan drilling soal-soal anak dilatih untuk mengerjakan soal-soal. Sekolah bagus atau papan atas akan berada di atas angin, karena mereka dapat menggenjot siswanya dengan proses drilling, tetapi sekolah papan bawah, yang jelas serba kekurangan tidak dapat melakukan proses drilling karena tak sanggup membayar guru yang mengajar.
Siapa pun tahu bila siswa digenjot dengan proses drilling atau pendalaman materi, siswa bodoh pun akan menjadi pintar, karena selalu diulang dan diulang sampai akhirnya siswa tersebut bisa. Inilah yang terjadi pada siswa yang mengikuti bimbingan belajar. Rata-rata siswa yang mengikuti bimbingan belajar hasilnya akan sangat memuaskan karena adanya proses drilling itu.
Harian Kompas, 11 Juli 2007 menulis ”SMA Unggulan Bercuriga”. Nilai pendaftar yang ”Konsisten” Cuma 20 persen. Beberapa sekolah unggulan melakukan penelitian, khususnya di SMA Negeri 8 Jakarta, dari 100 orang yang mendapat nilai 10 (sempurna) diuji kembali dengan soal UN yang sama, ternyata hanya 20 anak atau sekitar 20 persen siswa yang menunjukkan proses konsisten. Menyikapi hal itu sekolah tidak berprasangka buruk dan hanya tersenyum-senyum saja. SMAN 8 juga pernah mengadakan tes internal serupa dua tahun lalu, tetapi dengan menggunakan soal internal. Hasilnya juga membuat para penyelenggara pendidikan di sekolah itu penasaran. Ada satu anak yang mempunyai nilai paling tinggi atau peringkat pertama waktu masuk sekolah ini dua tahun lalu, tetapi setelah tes internal itu, hanya menduduki peringkat 185 dari 360 anak. Berangkat dari fenomena di atas, ternyata drilling dapat meningkatkan nilai siswa, tetapi tidak dapat mempertahankan nilai siswa agar tetap konsisten dengan nilainya. Dari pengamatan penulis pun demikian, rata-rata anak-anak yang telah mengikuti pendalaman materi UN, prestasi belajarnya meningkat di 3 mata pelajaran tersebut..
Melalui proses drilling pelatihan soal, dapat dipastikan siswa SMP yang mengikutinya mendapatkan nilai tinggi. Sehingga rata-rata mereka mendapat sekolah yang baik pula. Di sekolah kami, SMP Labschool Jakarta ada 107 siswa yang mendapat nilai 10 untuk pelajaran matematika. Tetapi untuk mereka yang tidak mengikuti proses drilling, rata-rata mendapatkan nilai rendah. Mengapa?. karena mereka tidak pernah berlatih. Persis seorang atlet yang akan bertanding dalam sebuah kejuaraan, bila dia sering latihan, maka prestasi baik akan dia raih dan dia akan menjadi pemenangnya. Para pemenang biasanya membebani diri dengan persiapan dan bukan kemenangan.
Seorang perenang harus berlatih dan mempersiapkan diri berbulan-bulan bahkan tahunan hanya untuk berlomba sekian menit bahkan detik di gelanggang renang yang berbeda. Seorang atlet angkat besi telah melakukan ribuan kali angkatan untuk menunjukkan kemampuannya mengangkat sekali saja dalam turnamen angkat besi. Begitupun seorang bintang sepak bola melakukan tembakan ribuan kali untuk menghasilkan satu gol di gawang lawan. Lantas bagaimana dengan sekolah yang melaksanakan US, haruskah para siswa berlatih layaknya seorang atlet?
Ujian Sekolah yang Berkualitas
US adalah evaluasi yang dilakukan oleh sekolah. US adalah jati diri sebuah sekolah. Jati diri akan terbangun bila kita kredibel dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita lakukan. US harus dapat mencetak kader pemimpin bangsa yang andal dan berwawasan IMTAK dan IPTEK yang tinggi. Sekolah harus dapat memberikan pelayanan untuk meningkatkan spiritualitas, menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, menyejukkan, mencerdaskan, mengembangkan bakat, minat, kemampuan, dan kreativitas siswa. Sehingga kualitas lulusan sekolah dapat teruji di masyarakat karena menghasilkan siswa yang memiliki integritas moral dan intelektualitas tinggi.
Hasil dari US harus juga mampu menghasilkan siswa yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial, fisik, dan kultural. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan kerja sama yang harmonis antara orang tua siswa, komite sekolah, dan masyarakat dalam rangka peningkatan prestasi akademik siswa.
US akan berhasil baik, manakala peran guru juga tidak terabaikan. Peran guru terlihat dari 10 kemampuan dasar guru yaitu : (1) mengembangkan kepribadian, (2) menguasai landasan pendidikan, (3) menguasai bahan pengajaran, (4) menguasai program pengajaran, (5) melaksanakan program pengajaran, (6) menilai hasil dan proses belajar mengajar, (7) menyelenggarakan program bimbingan, (8) menyelenggarakan administrasi sekolah, (9) berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat, dan (10) menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran agar menjadi semakin baik.
Sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa bila suatu sekolah dapat meluluskan 100% siswanya dalam UN, maka sekolah tersebut baik. Tetapi bila sekolah tersebut tidak meluluskan siswa dalam US, masyarakat akan mengganggap biasa-biasa saja. Bahkan kecurangan dan kebocoran soal yang dilakukan oleh sekolah penyelenggara jarang sekali terekspos dan tercium oleh para kuli tinta. Padahal kalau kita mau jujur, kecurangan dan kebocoran soal lebih banyak dilakukan pada saat ujian US dilaksanakan. Betapa tidak, siswa dinyatakan lulus US apabila memiliki rata-rata minimal 6,00. Lebih tinggi daripada batas nilai UN yang 4,25 itu.
Kejujuran harus dimiliki oleh siswa dan guru. Ketika kejujuran terpinggirkan, maka ahklak menjadi rusak. Bila sebuah sekolah tidak memiliki kejujuran, maka rusaklah sekolah itu yang pada gilirannya tidak dapat meluluskan siswa yang berkualitas baik. US harus dapat menghasilkan lulusan siswa yang berkualitas baik dengan karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran, dan cakap dalam memimpin. Kelulusan siswa di SMP harus dapat menyelesaikan seluruh program pembelajaran dengan baik, memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, Lulus US untuk kelompok mata pelajaran IPTEK dan lulus UN dengan nilai rata-rata memuaskan.
Banyak kunci menuju gerbang kesuksesan, dan untuk memperolehnya diperlukan perjuangan yang terus menerus tiada henti. Suatu sekolah sudah harus mempersiapkan anak didiknya untuk mampu mengikuti UN dan US dengan target-target yang telah ditetapkan. Untuk mencapai target yang diinginkan, sekolah harus senantiasa membayangkan keinginan tersebut dengan penggambaran sekolah ingin menjadi seperti apa. Bagaimana jadinya seorang yang bercita-cita menjadi juara renang kalau takut menyentuh air, dan bagaimana mungkin seorang juara bela diri muncul kalau takut dipukul lawan. Semua juara sadar bahwa untuk sebuah medali diperlukan 1% ide dan 99% keringat. Guna memantapkan tujuan-tujuannya, bagi seorang juara, selain fokus pada tujuan juga melakukan aktivitas bertanya, membaca, dan mendengarkan. Begitupun dengan komunitas yang ada di sekolah.
Karena itu, sekolah harus kreatif membuat program-program yang dapat meningkatkan nilai UN dan US. Beberapa upaya sekolah dalam meningkatkan nilai UN dan US yaitu : melakukan potensial mapping, memberi pembekalan kepada siswa tentang kiat menghadapi UN dan US kepada siswa, mensosialisasikan UN dan US kepada orang tua siswa termasuk biaya tambahan untuk persiapan kegiatan, melaksanakan program Sukses Ujian Nasional (SUN), Pendalaman materi UN / pembahasan soal, penambahan jam pelajaran UN di semester II, try out mandiri dan try out bersama sekolah lain, pelatihan motivasi berprestasi / AMT untuk siswa yang mengalami masalah dalam belajar, melakukan doa bersama, dan melibatkan pengurus komite sekolah atau POMG untuk mendukung kegiatan UN.
Pemerintah kita dalam hal ini Depdiknas telah berupaya untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan. Tugas kitalah para guru untuk melakukan pencerahan agar pelaksanaan UN yang telah dicanangkan oleh pemerintah dan DPR menjadi semakin baik. Pers, dan orang tua siswa atau masyarakat harus bersinergi mencari solusi terbaik agar pelaksanaan UN menjadi lebih baik lagi. Kondisi daerah yang tidak sama, harus membuat pemerintah terus berpikir mencari cara-cara yang efektif dalam melaksanakan UN.
Akhirnya UN dan US hanya sebuah evaluasi pendidikan yang harus terus di sempurnakan. Sudah seyogyanya semua pelajaran disamakan mutunya melalui Ujian Daerah (UD) yang dikelola oleh dinas pendidikan setempat. Pemberdayaan dinas pendidikan di tiap kota dan propinsi akan membuat pelaksanaan UN menjadi lebih baik. Kegiatan-kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) harus lebih ditingkatkan lagi. Sehingga melahirkan kegiatan yang dapat membantu sekolah agar dapat meluluskan siswanya dengan nilai memuaskan. Kita berharap, standar nilai minimal terus meningkat. Peran masyarakat harus lebih diberdayakan. Maju mundurnya pendidikan ini juga terletak pada peran serta orang tua dan masyarakat di sekolah. Media masa juga harus memberikan pencerahan bahwa UN hanyalah sebuah alat untuk mengukur secara nasional kompetensi siswa. Justru saat inilah kita bahu membahu membantu pemerintah untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat UUD (Undang-Undang Dasar), bukan Ujung-Ujungnya Duit. Oknum-oknum yang menjadikan pendidikan lahan bisnis pribadi hendaknya sadar bahwa pendidikan harus diberikan untuk semua rakyat Indonesia. Akankah kita semua menyatu menjadi sebuah jeruk manis? Bila dikupas, terasa harum baunya dan lezat buahnya ketika di makan?.Mari kita kupas buah jeruk manis itu beramai-ramai.

PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa makalah yang berjudul:

MENGUPAS UN DAN US DI SMP
(Upaya siswa, guru dan orang tua sebagai komunitas sekolah untuk turut bertanggung jawab dalam meningkatan mutu pembelajaran sekolah)

yang saya kirim untuk diseleksi dalam Konferensi Guru Indonesia 2007 adalah benar hasil karya saya sendiri.

*Makalah tersebut:
R belum pernah dipublikasikan sebelumnya dalam forum resmi atau penerbitan apapun.

* Beri tanda √ pada keterangan yang sesuai

Saya bertanggung jawab sepenuhnya dan akan menerima tindakan apapun yang diambil panitia penyelenggara Konferensi Guru Indonesia 2007 apabila di kemudian hari diketahui bahwa informasi yang saya tuliskan di atas tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Jakarta, 16 Juli 2007

( Wijaya Kusumah, S.Pd)

BIO DATA PENULIS

1. NAMA PENULIS : WIJAYA KUSUMAH, S.PD

2. TTL : JAKARTA, 28 OKTOBER 1972

3. JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

4. AGAMA : ISLAM

5. MENGAJARKAN MAPEL : TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI

6. NAMA SEKOLAH : SMP LABSCHOOL JAKARTA

7. ALAMAT SEKOLAH : JL. PEMUDA KOMP.UNJ RAWAMANGUN
JAKTIM 13220 TELP. 47860038
FAX. 4897283

8. ALAMAT RUMAH : JL. BINTAN B.144 KOMP. AL JATIBENING
INDAH PONDOK GEDE BEKASI
TELP. 021 8482225 HP. 08159155515

Jakarta, 16 Juli 2007
Penulis Makalah,

Wijaya Kusumah, S.Pd

APLIKASI DAN POTENSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

APLIKASI DAN POTENSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

A. PENDAHULUAN
Perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini sangat pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap pribadi maupun komunitas, segala aktivitas, kehidupan, cara kerja, metoda belajar, gaya hidup maupun cara berpikir. Oleh karena itu, pemanfaatan TIK harus diperkenalkan kepada siswa agar mereka mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk bisa menerapkan dan menggunakannya dalam kegiatan belajar, bekerja serta berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Manusia secara berkelanjutan membutuhkan pemahaman dan pengalaman agar bisa memanfaatkan TIK secara optimal dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman dan menyadari implikasinya bagi pribadi maupun masyarakat. Siswa yang telah mengikuti dan memahami serta mempraktekkan TIK akan memiliki kapasitas dan kepercayaan diri untuk memahami berbagai TIK dan menggunakannya secara efektif. Selain itu siswa memahami dampak negatif, dan keterbatasan TIK, serta mampu memanfaatkan TIK untuk mendukung proses pembelajaran dan dalam kehidupan.
Pendidikan sebagai pondasi pembangunan suatu bangsa memerlukan pembahuruan-pembaharuan sesuai dengan tuntutan zaman. Keberhasilan dalam pendidikan selalu berhubungan erat dengan kemajuan suatu bangsa yang dampaknya meningkatnya kesejahteraan kehidupan masyarakat. Pada era teknologi tinggi (high technology) perkembangan dan transformasi ilmu berjalan begitu cepat. Akibatnya, sistem pendidikan konvensional tidak akan mampu lagi mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Pendekatan-pendekatan modern dalam proses pengajaran tidak akan banyak membantu untuk mengejar perkembangan ilmu dan teknologi jika sistem pendidikan masih dilakukan secara konvensional.
Keperluan akan penguasaan teknologi khususnya Teknologi Informasi (TI) telah diantisipasi oleh pemerintah dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan dimasukkannya kurikulum teknologi informasi dalam kurikulum 2004 dan sekarang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai dari pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Diharapkan dengan diimplementasikannya kurikulum TI ini akan meningkatkan kualitas proses pengajaran, kualitas penilaian kemajuan siswa dan kualitas administrasi sekolah.
Adanya manajemen berbasis sekolah (MBS) memungkinkan setiap sekolah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan TIK yang disesuaikan dengan tuntuntan zaman dan kemampuan/ daya dukung sekolah yang bersangkutan. Munculnya berbagai hardware dan software-software baru sekarang ini sangat membantu guru dalam menyampaikan bahan ajarnya. Permasalahannya adalah Apakah para guru yang merupakan garda terdepan di sekolah telah memanfaatkan TIK dengan optimal? Bagaimanakah mengaplikasikan TIK dalam pembelajaran di sekolah? Bagaimanakah peran guru di sekolah dalam mengaplikasikan TIK dalam proses pembelajarannya? Adakah potensi yang dapat dikembangkan dalam TIK ini?
Makalah ini membahas aplikasi dan potensi TIK dalam pembelajaran di sekolah dan peran guru di sekolah dalam memanfaatkan TIK, serta implikasinya dalam pembelajaran.
B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan juga merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan. Teknologi Komunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi TIK adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Juga dapat berkomunikasi dengan biaya murah seperti fasilitas email yang dapat kita pergunakan dengan mudah di internet.
Melalui TIK, sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya sudah tidak lagi mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran antar sesama kita. Perkembangan TIK memicu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan eseperti e-commerce, e-government, e-education, e-learning, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis TIK.

2. Aplikasi dan Potensi TIK dalam Pembelajaran di Sekolah

Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty First Century” merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk menguasai. pengetahuan)Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan ), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat). Untuk dapat mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi sekarang ini, para guru sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, dan (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.
Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Sejalan dengan perkembangan TIK itu sendiri pengertian e-learning menjadi lebih luas yaitu pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, vidiotape, transmisi satellite atau computer (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).

Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruc-tion), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning System), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Selain e-learning, potensi TIK dalam pembelajaran di sekolah dapat juga memanfaatkan e-laboratory dan e-library. Adanya laboratorium virtual memungkinkan guru dan siswa dapat belajar menggunakan alat-alat laboratorium atau praktikum tidak di laboratorium secara fisik tapi dengan menggunakan media komputer. Perpustakaan elektronik (e-library) sekarang sudah menjangkau berbagai sumber buku yang tak terbatas untuk bisa diakses tanpa harus membeli buku/sumber belajar tersebut.
Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Globalisasi juga membawa peran yang sangat penting dalam mengarahkan dunia pendidikan kita dengan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Sebenarnya, ada empat level pemanfaatan ICT untuk pendidikan menurut UNESCO, yaitu: Level 1: Emerging – baru menyadari pentingnya ICT untuk pendidikan; Level 2: Applying – baru mempelajari ICT (learning tom use ICT); Level 3: Integrating – belajar melalui dan atau meng-gunakan ICT (using ICT to learn); Level 4: Transforming – dimana ICT telah menjadi katalis efektifitas dan efisiensi pembelajaran serta reformasi pendidikan secara umum.
Salah satu bentuk produk TIK yang sedang ”ngetrend” adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.
Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting: The Mind Starts at School”. Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Robin Paul Ajjelo juga mengemukakan secara ilustratif bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Meskipun TIK dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

a. Pergeseran pandangan tentang pembelajaran
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kultur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Lingkungan pembelajaran yang di masa lalu berpusat pada guru telah bergesar menjadi berpusat pada siswa. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Lingkungan
Berpusat pada GURU
Berpusat pada SISWA
Aktivitas kelas
Guru sebagai sentral dan bersifat didaktis
Siswa sebagai sentral dan bersifat interaktif
Peran guru
Menyampaikan fakta-fakta, guru sebagai akhli
Kolaboratif, kadang-kadang siswa sebagai akhli
Penekanan pengajaran
Mengingat fakta-fakta
Hubungan antara informasi dan temuan
Konsep pengetahuan
Akumulasi fakta secara kuantitas
Transformasi fakta-fakta
Penampilan keberhasilan
Penilaian acuan norma
Kuantitas pemahaman, pe-nilaian acuan patokan
Penilaian
Soal-soal pilihan berganda
Portofolio, pemecahan masalah, dan penampilan
Penggunaan teknologi
Latihan dan praktek
Komunikasi, akses, kolaborasi, ekspresi

b. Kreativitas dan kemandirian belajar
Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan SDM secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang dimilikinya..
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.

2. Peran guru dalam mengaplikasikan TIK di sekolah

Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru.
Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.
Sayangnya saat ini, masih banyak guru kita yang belum melek TIK atau ICT. Mengacu pada hal tersebut di atas, sudah saatnya ”GERAKAN MELEK ICT (ICT LITERACY MOVEMENT)” menjadi gerakan nasional yang sama ”urgent”nya atau lebih ”urgent” dibandingkan dengan GERAKAN KELUARGA BERENCANA di jaman Orde Baru dahulu kala. Mudah-mudahan, dengan dibentuknya gerakkkan melek ICT di sekolah, para guru dapat memaksimalkan potensi TIK dalam proses pembelajarannya. Pemerintah maupun swasta perlu bekerja sama dalam membantu guru melakukan pelatihan-pelatihan di bidang ICT, seperti penguasaan power point, ngeblog di internet, bikin software untuk bahan ajarnya, seperti menguasai program Macromedia Flash.
Aplikasi dan potensi TIK dalam pembelajaran di sekolah yang dikembangkan oleh guru dapat memberikan beberapa manfaat antara lain.
a. Pembelajaran menjadi lebih interaktif, simulatif, dan menarik
b. Dapat menjelaskan sesuatu yang sulit / kompleks
c. Mempercepat proses yang lama
d. Mengahadirkan peristiwa yang jarang terjadi
e. Menunjukkan peristiwa yang berbahaya atau di luar jangkauan

C. PENUTUP
Aplikasi dan potensi teknologi informasi dan komunikasi telah membawa pergeseran pandangan tentang pembelajaran dan peran guru dalam proses pembelajaran di sekolah. Penerapan TIK dalam pembelajaran memungkinkan kegiatan belajar mengajar lebih interaktif, simulatif dan lebih menarik. Oleh karena itu guru di era globalisasi informasi ini dituntut untuk mampu menguasai dan mengalipkasikan TIK dalam pembelajaran.
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang beriorientasi pada penerapan TIK akan mempercepat peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya dapat mengejar ketetinggalan dari negara-negara lain di dunia.
Bagaimanapun banyaknya dampak positif dalam penerapan TIK dalam pembelajaran di sekolah kita punya tanggungjawab bersama dalam meminimalisasi dampak negatif yang muncul baik secara individual, maupun sosial.
Mulai saat ini marilah kita tidak GATEK, dan tidak ALERGI dengan TIK. Siapa yang menguasai TIK akan menguasai dunia ini.

D. DAFTAR PUSTAKA

Chaeruman, Uwes Anis., ”Urgensi Gerakan Melek ICT di Sekolah”, http:// www.wijayalabs.wordpress.com

Natakusumah, E.K., “Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia.”, Pusat Penelitian informatika – LIPI Bandung, 2002-

Natakusumah, E.K., “Perkembangan Reknologi Informasi untuk Pembelajaran Jarak Jauh.”, Orasi Ilmiah disampaikan pada Wisuda STMIK BANDUNG, Januari 2002

Purbo, Onno W., Teknologi E-learning, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.

Rahardjo, Budi., , “Implikasi Teknologi Informasi Dan Internet Terhadap Pendidikan, Bisnis, Dan Pemerintahan”, Pusat Penelitian Antar Univeristas bidang Mikroelektronika (PPAUME) Institut Teknologi Bandung tahun 2000.

Soekartawi, A. Haryono dan F. Librero (2002), Greater Learning Opportunities Through Distance Education: Experiences in Indonesia and the Philippines. Southeast Journal of Education (December 2002)

Surya, Mohamad., Makalah dalam Seminar ”Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Jarak Jauh dalam Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran”, diselenggarakan oleh Pustekkom Depdiknas, tanggal 12 Desember 2006 di Jakarta.

Sutisna, Entis.,”Pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi dalam Pembelajaran, Guru SMAN 4 Tangerang, tahun 2006

1.

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan itu sendiri .

Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan.Apabila dilihat dari sudut karakteristik objeknya,filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :
a) Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya,hakikat kenyataan secara keseluruhan (Ontologi),Kenyataan tentang alam atau kosmos(Kosmologi)kenyataan tentang manusia(Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)
b) Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)
c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)
d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)

Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu,filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari subtansinya atau isinya,ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah,pendidikan.

Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:
1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi ilmu pendidikan
2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material ilmu pendidikan
3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikanAksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan

Tinggalkan komentar